Jakarta – Sesuai dengan UU no 7 tahunn 2017 tentang pemilihan umum. Disebutkan bahwa tahapan Pilpres oleh KPU akan dimulai bulan Juli tahun 2022 atau 20 Bulan sebelum pencoblosan pada bulan Maret tahun 2024.
Sementara ambang batas Pemilihan Presiden atau Presidential Threshold untuk dapat mencalonkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah 20% kursi DPR RI, atau setidaknya 115 Kursi DPR RI. Pilpres 2024 ini akan mempengaruhi perolehan kursi parlemen, baik DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kab, bahkan mempengaruhi Pilgub dan Pilkada Kota Kabupaten karena pengaruh ekor jas.
Sehingga hampir bisa dipastikan, masing-masing partai koalisi akan berebut memaksakan kadernya menjadi Capres atau Cawapres. Karena pengaruhi Ekor Jas itu yang akan berdampak pada perolehan kursi di parlemen. Dapat juga diprediksi, semua partai yang mengusung kader dalam pilpres 2024 akan lolos parliamentary threshold, atau ambang batas untuk dapat masuk ke parlemen.
Sementara Partai yang tidak mampu mengusung kader dalam pipres 2024 berpotensi besar untuk tidak lolos Parliemntary Treshold atau akan hilang dari parlemen. Karena setiap partai menginginkan dampak pengaruh ekorjas pencalonan presiden. Jika kita melihat perkembangan politik hari ini, maka arah koalisi pilpres dapat teridentifikasi pada 4 poros gravitasi politik. Poros pertama adalah Poros Teuku Umar (Megawati Soekarno Putri). PDI Perjuangan saat ini sudah memenuhi persyaratan pencalonan presiden.
PDI Perjuangan saat ini memiliki 128 Kursi di DPR RI yang mana ambang batas minimal untuk mencalonkan calon presiden adalah 115 kursi DPR. Calon presiden dan wakil Presiden dari PDI Perjuangan akan ditentukan oleh ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati Soekarnoputri, sesuai dengan amanat kongres Partai PDI Perjuangan tahun 2019 di Bali. Sebagai satu-satunya partai yang sudah dapat mengusung Calon presiden sendiri, maka Poros Teuku Umar akan menjadi gravitasi utama pada gelaran pilpres 2024.
Partai-partai lain yang tidak memiliki kader untuk nyapres, besar kemungkinan akan merapat bersama Poros Teuku Umar. Poros kedua adalah Poros Hambalang (Prabowo Subianto). Partai Gerindra saat ini hanya memiliki 75 Kursi di DPR RI dan masih harus melakukan koalisi dengan partai lain apabila ingin mencalonkan pasangan calon Presiden. Jika melihat kemesraan Partai Gerindra kebelakang, maka koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mungkin saja bisa berulang kembali. Saat ini PKS memiliki 50 kursi di DPR RI. Jika partai lain harus bergabung dengan poros hambalang, maka partai yang mungkin adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Kedekatan kader Gerindra, Sandiaga Uno dan Ketua Umum PPP, Suharso Manoarfa bisa menjadi kunci merapatnya kubu PPP ke poros Hambalang. PPP saat ini memiliki 19 kursi di DPR RI, artinya jika ketiga partai sepakat membentuk koalisi, maka akan berjumlah 144 Kursi. Dari ketiga Partai tersebut, kemungkinan besar nama Capres dan cawapres yang muncul adalah Prabowo subianto, Sandiaga Uno, kemudian Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketua Umum PPP Suharso Manoarfa, serta Menteri BUMN Erik Tohir juga bisa masuk dalam poros Hambalang.
Untuk Partai Persatuan Pembangnan (PPP) bisa saja bergeser dengan poros Teuku Umar, mengingat kedekatan ibu Hj. Megawati Soekarno Putri dengan ketua umum PPP, Soeharso Monarfa. Poros ketiga adalah Poros Cikeas (SBY). Kubu Cikeas dengan partai Demokrat nampaknya telah mempersiapkan putra mahkota sebagai calon Presiden atau calon wakil presiden di tahun 2024. Namun saat ini partai Demokrat hanya memiliki 54 kursi di DPR. Poros Cikeas ini membutuhkan partai lain untuk dapat berkoalisi jika ingin mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden. Partai yang sangat mungkin bersama dengan poros Cikeas adalah Partai Amanat Nasional (PAN).
Faktor Hatta Rajasa yang berbesanan dengan SBY bisa menjadi koalisi yang terus berulang pada setiap pemilihan presiden. Saat ini PAN memiliki 44 Kursi di DPR. Jika Demokrat dengan PAN berkoalisi, poros ini tetap tidak memenuhi ambang batas pencalonan calon presiden. Dibutuhkan setidaknya 1 partai lain yang ikut bergabung. Bisa saja poros ini menjadi perhatian Cak Imin (Muhaimin Iskandar) sebagai ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk ikut bergabung. Adanya faktor kedekatan Cak Imin dengan SBY pada masa dualisme Partai Keadilan Bangsa bisa menjadi ikatan yang dirajut kembali. Jika dengan PKB yang memiliki 54 Kursi, maka poros Cikeas akan berjumlah 152 kursi (Demokrat, PAN, PKB).
Nama Capres dan Cawapres yang kemungkinan besar muncul dari poros ini adalah Agus Harimurti Yudohoyono (AHY), Hatta Rajasa atau Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), hingga Erik Tohir juga bisa masuk pada poros ini. Poros keempat yakni Poros Brawijaya (Jusuf Kalla). Poros kali ini diisi oleh Partai Golkar yang memiliki 85 Kursi di Parlemen.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih menjadi poros pilpres tahun 2024, kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bisa menjadi pertimbangan terbentuknya poros keempat ini. Jusuf kalla maupun Surya Palloh, Keduanya sama sama pernah tergabung di Partai Golkar, sebelum Surya Paloh kemudian mendirikan Partai Nasdem pada tahun 2011.
Partai Nasdem yang memiliki 59 Kursi di DPR, apabila digabungkan dengan golkar akan berjumlah 144 kursi. Nama utama yang mencuat adalah mantan wakil presiden Jusuf Kalla, ketua umum partai Golkar Airlangga Hartarto, hingga gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Selain nama-nama diatas, nama Ridwan Kamil juga bisa menjadi calon dari Partai Golkar, karena melihat saat ini dirinya telah menjadi ketua Kosgoro, sayap Partai dari Partai Golkar. Kemudian nama yang terus muncul pada setiap poros adalah Menteri BUMN, Erik Tohir. Mungkin dapat diindikasikan ada bargaining politik terait jabatannya sebagai menteri BUMN sehingga dirinya masuk dalam daftar nama calon capres dan calon cawapres di setiap poros. (*)