Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak perguruan tinggi mengubah kurikulum mata kuliah pendidikan agama untuk para mahasiswa. Itu penting untuk membendung penyebaran radikalisme di kampus.
”Pelajaran agama 14 kali pertemuan jangan semua diisi aqidah dan syariah. Agama itu ada tiga, aqidah, syariah, dan ahlak,” tutur Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, dalam sebuah seminar virtual, Selasa (30/3).
Pelajaran agama mengenai aqidah dan syariah cukup diberikan empat pertemuan. Materi pengajaran aqidah dan syariah mencakup rukum iman dan rukun islam. Dosen agama dalam pelajaran aqidah cukup memperkenalkan umat Islam harus mempercayai enam rukun iman.
Sementara untuk pelajaran syariah, dosen hanya perlu mengajarkan umat Islam harus mengetahui dan mengamalkan rukun Islam. Setelah itu, diperbanyak materi mengenai akhlakul karimah. Itu krusial untuk karakter mahasiswa soal adab. ”Itu sudah cukup, rukun iman dan Islam, empat kali pertemuan, 10 pertemuan itu akhlakul karimah. Hormat orang tua, silaturahim, tolong menolong, membantu orang lagi susah, hormati tamu, hormati tetangga, nengok orang sakit, nengok orang lagi kematian,” ucap Said.
Selanjutnya, mendoakan satu sama lain. Tidak boleh hasut, tidak boleh sombong, dengki, adu domba, hoaks. Itu Quran, ajaran Islam, ajaran Muhamad. ”Di Al Quran seabrek-abrek ayat itu, di hadis seabrek-seabrek,” tegasnya.
Kalau pendidikan agama pada fakultas umum hanya meliputi masalah aqidah dan syariah, itu berpotensi menimbulkan radikalisme. Pada fakultas umum cukup hanya mengenal, mengajak meyakini itu, kemudian ditekankan akhlakul karimah. ”Menghindari radikalisme tumbuh di perguruan tinggi jurusan bukan agama, jurusan IPA terutama,” beber Said. (mah)