Jakarta – Pandemi Covid-19 yang sudah berjalan hampir dua tahun ini telah banyak mengubah banyak hal di segala lini kehidupan. Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan pola hidup .
Banyak kebiasaan baru yang harus dilakukan ditambah dengan pandemi yang tidak tahu kapan berakhir membuat banyak orang mengalami gangguan kesehatan mental karena kondisi yang penuh dengan ketidakpastian.
Baca juga: Pemerintah Temukan Kasus Penularan COVID-19 di Sekolah
Gangguan kesehatan mental yang muncul saat pandemi sangat beragam mulai dari kehilangan motivasi, stres hingga hidup yang penuh dengan kekhawatiran.
Psychologist & CEO Analisa Personality Development Center (APDC) Indonesia, Analisa Widyaningrum menjelaskan, di masa pandemi di mana semua kegiatan berhenti, akan berpengaruh pada kondisi mental hingga hilang motivasi. Di tengah situasi seperti ini dibutuhkan mental yang tahan banting.
”Itu suatu mindset yang harus diterapkan bagi semua masyarakat, tidak hanya untuk atlet, di mana saat ini banyak perubahan cara kita bekerja seperti semua ke online. Anak sekolah dari rumah dan semua kegiatan terbatas,” ungkap Ana dalam webinar Bincang Inspiratif Visa bertajuk Wujudkan Mimpi di Tengah Keterbatasan, baru-baru ini.
Ini, lanjutnya, adalah suatu kondisi kenapa masalah mental sering terjadi, stres terjadi karena adanya perubahan. ”Butuh growth mindset atau terus bertumbuh, karena saat ini banyak dari kita ingin mengendalikan semua situasi di luar dari kemampuan kita,” lanjutnya.
Dia menuturkan, masa pandemi ini, syok merupakan hal yang wajar, dan mental yang sehat adalah saat kita mampu menyadari apa yang kita rasakan. Tidak lagi berusaha mengendalikan situasi yang berada di luar keterbatasan diri sendiri. ”Tidak bisa kita menyalahkan pandemi karena telah mengubah banyak hal. Saat kita gagal dan belum berhasil, itu pasti kecewa dan sedih. Yang perlu kita lakukan adalah menyadari tanpa menyalahkan keadaan,” tuturnya.
Menurutnya, growth mindset mengajarkan kita bahwa setiap upaya yang berhasil dipengaruhi dari dedikasi dan kerja keras bukan kecerdasan bawaan. Alhasil, ketika gagal, kita akan terus mencoba lagi dan berpikir belum berhasil.
Selain itu, penting juga untuk fokus pada apa yang bisa dilakukan, bukan faktor lainnya di luar kemampuan diri. ”Terapkan juga mindset juara yaitu fokus apa yang dilakukan, terima kegagalan, mencoba gimana caranya berhasil, orang akan bisa melalui keterbatasan jika punya tujuan,” kata dia.
Keterbatasan juga dirasakan Lifter Eko Yuli Irawan. Dia adalah atlet angket besi peraih medali di beberapa ajang olahraga internasional.
Baca juga: Hidup Sehat dan Aktif Selama Pandemi, Anlene Luncurkan Anlene Actifit 3X dan Anlene Gold 5X
Prestasi terbaru Eko Yuli ialah membawa pulang medali perak lewat penampilannya di pentas Olimpiade Tokyo 2021. Namun demikian, keberhasilannya itu tidak didapatkan secara instan. Eko Yuli harus melalui beberapa proses dan perjuangan berat. Dia bahkan pernah ditentang oleh keluarganya sendiri.
Pria asal Lampung ini menuturkan kisahnya jatuh cinta dengan cabang olahraga angkat besi. Dia mengaku menggeluti bidang olahraga ini justru secara tidak sengaja. Eko Yuli semula hanya menyalurkan hobinya di bidang olahraga dan bercita-cita ingin memiliki piala dari kegemarannya berolahraga.
Sebab, ia merasa tidak terlahir dari keluarga atlet atau olahragawan. Eko Yuli hanya ingin memiliki piala yang bisa dibanggakan dan dipajangnya di rumah. ”Tadinya memang tidak sengaja terjun di dunia angkat besi. Di rumah pingin punya piala. Kalau lewat pendidikan tidak mungkin olahraga saja yang memang sudah hobi, dan rezeki saya ternyata di angkat besi,” tuturnya.
Karena itu, pria kelahiran 24 Juli 1989 ini mengaku tidak ada beban saat menekuni olahraga angkat besi. Tempatnya berlatih diibaratkan sebagai tempatnya bermain. Karena selama latihan tidak ada paksaan, ia pun merasakan kenyamanan dan malah mampu mengukir prestasi. ”Latihan itu udah kaya tempat main bagi saya, karena di sana ramai banyak teman,” katanya.
Padahal, saat memulai latihan, Eko Yuli mengaku tanpa sepengetahuan orangtuanya. Sebab, dia takut tidak dapat izin orangtuanya karena ia harus membantu orangtua dengan menggembala sapi. ”Kalau bilang (latihan), takut orangtua mikir akan melalaikan tanggung jawab saya,” tuturnya.
Namun, lambat laun Eko Yuli pun mulai berbicara kepada orangtuanya. Ia tetap akan berlatih angkat besi dan tidak mengabaikan tanggung jawabnya tersebut. Setelah 10 bulan latihan, tepatnya pada 2001, ia pun mengikuti kejuaraan nasional dan langsung sukses meraih medali emas. Sejak itu, Eko Yuli mulai memiliki mimpi yang lebih besar dan termotivasi oleh pelatihnya.
Ambisi itu pun membawanya merantau ke Bogor pada 2001 untuk mengikuti pelatihan yang mengharuskannya jauh dari keluarga. Namun, berada jauh dari orangtua membuat Eko Yuli berpikir harus mampu membawa pulang prestasi yang memuaskan. (any)