Jakarta – Parenting atau pola pengasuhan anak sejak usia dini menjadi point penting dalam setiap pembahasan tentang tumbuh kembang anak. Keberhasila parenting tidak hanya akan menentukan bagaimana masa depan anak kelak, namun juga masa depan bangsa. Terlebih, dalam beberapa tahun mendatang, Indonesia akan mengalami bonus demografi.
Dalam webinar parenting yang digagas Komunitas Menata Keluarga (eMKa) dan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), yang dilaksanakan secara virtual pada Selasa, 12 Oktober 2021. Konsep Mindful Parenting dikenalkan sebagai salah satu metode parenting yang efektif untuk mengajarkan kebiasaan-kebiasaan baik pada anak sejak dini.
Melly Amaya Kiong, Founder Komunitas Menata Keluarga menjelaskan konsep Mindful Parenting yang fokus pada kesadaran orang tua dalam mengasuh anak. ”Mindful parenting yaitu pola asuh orangtua dengan kesadaran penuh dalam memberikan perhatian dan tidak memberikan penilaian negatif terhadap pengalaman anak. Parenting dalam metode ini juga untuk menghindarkan orangtua dari stres yang diakibatkan pengasuhan (parenting stress), mampu menghargai pendapat dan tindakan anak, mampu melaksanakan peran sebagai orangtua, dan menjalin hubungan yang harmonis antara orangtua dan anak,” jelas Melly.
Baca juga: Maybank Hadirkan Tabungan U, Solusi Unggulan Bagi Single-Income Family Kejar Aspirasi
Metode Mindful Parenting ini juga efektif diterapkan untuk membiasakan anak dalam mengkonsumsi makanan dan minuman sehat. ”Contohnya saat anak minta es krim, ibu bisa tegaskan ‘mama kasih es krim karena kamu tidak batuk’, atau ‘karena kamu sedang batuk, mama tidak kasih es krim kali ini’, ini bisa diulang-ulang sehingga akhirnya anak paham dengan sendirinya. Cara-cara tidak menghakimi ini yang perlu orang tua terapkan untuk banyak aspek,” jelasnya.
dr Ali Alhadar, Sp.A(K), Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan pemantauan tumbuh kembang anak harus dilakukan dengan baik dan benar, dengan memperhatikan pemberian ASI dan MPASI nya. Orang tua sebaiknya tidak memberikan peluang terhadap makanan dan minuman yang tinggi kandungan gula garam lemak (GGL), seperti susu kental manis.
”Harusnya ini peran pemerintah membuat kampanye untuk tidak memberikan susu kental manis pada anak karena angka kandungan gizinya sangat jauh dari kebutuhan protein anak, sementara proteinnya sangat sedikit dalam susu kental manis ini, nanti nggak cukup. Kalau anak minum susu kental manis, nanti rasa kenyang yang timbul, dan anak jadi susah makan. Intinya susu kental manis tidak lagi diberikan untuk rutinitas anak. Mengenai ini, masyarakat dapat mencari informasi yang terpercaya dari website IDAI,” tandasnya.
Baca juga: PAAI Beberkan 8 Tips Bagi Agen Asuransi Agar Tetap Produktif di Saat Pandemi
Aktivis perempuan Rahayu Saraswati yang hadir dalam kesempatan itu turut membagikan pengalamannya mengenai parenting dan kebiasaan mengkonsumsi susu anak-anaknya. ”Memang sebaiknya agar masyarakat sehat, susu kental manis tidak lagi diberikan untuk anak-anak kita,” jelas politisi perempuan ini.
Dikatakan Sara, parenting bukan hanya menjadi tanggung jawab ibu, tapi juga tanggung jawab ayah. ”Jadi kalau kita bicara bonus demografi, dan juga permasalahan stunting yang masih di angka 30%, ini fokusnya bukan di anak, tapi di ibu. Bagaimana orang tua menyayangi anak. Sebelum menyayangi anak, kita sebagai orang tua harus menyayangi diri kita sendiri, bagaimana asupan gizi kita sebagai ibu cukup sehingga ASI yang diberikan kepada anak juga bagus. Bagaimana suami memperlakukan istri dengan baik sehingga ibu mendapat dukungan secara psikis, ibu terhindar dari stress, sehingga turut menjadikan proses memberikan ASI menjadi lancar, anak tumbuh dengan baik,” jelas ibu yang sedang menanti kelahiran buah hati nya yang ke 3 ini. (any)