Jakarta – Penyakit hipertensi paru masih belum banyak diketahui atau bahkan terdengar asing di kalangan masyarakat Indonesia. Hipertensi paru sendiri merupakan kelainan patofisiologi pada pembuluh darah paru-paru yang dapat menyebabkan komplikasi klinis dengan penyakit-penyakit kardiovaskular (jantung) dan respirasi (pernapasan).
Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi Pulmonal Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia tahun 2021, penyakit hipertensi paru memang termasuk penyakit yang jarang ditemukan, dimana angka prevalensi penyakit ini di seluruh dunia hanya sebesar 20-70 juta orang dari total populasi dunia sekitar 7,7 miliar orang. Meskipun angka prevalensinya relatif rendah, penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan dalam bidang kesehatan karena juga dapat berakibat fatal bagi para pasien.
Pakar Kardiologi Anak Rumah Sakit Adam Malik Medan, dr. Rizky Adriansyah, M.Ked (Ped), Sp.A(K) menjelaskan, penyakit hipertensi paru dapat dialami sejak usia dini, dimana pada umumnya ditandai dengan peningkatan tekanan rerata arteri pulmonalis (mean pulmonary artery pressure/mPAP) di atas normal, yaitu > 20 mmHg dan peningkatan tahanan vaskular paru (pulmonary vascular resistance/PVR) di atas normal, pada kondisi istirahat.
Baca juga: OPPO Raih “Disruptive Device Innovatio” di GLOMO Awards 2022
Pada kasus spesifik, hipertensi paru juga dapat menjadi salah satu komplikasi dari penyakit jantung bawaan dengan gejala dan tanda-tanda tahap awal yang biasanya tidak spesifik atau tidak terdeteksi pada bayi baru lahir. Kondisi ini tentunya menyebabkan tantangan tersendiri bagi para tenaga medis untuk menetapkan diagnosis dini penyakit hipertensi paru yang disebabkan oleh penyakit jantung bawaan.
”Penyakit hipertensi paru juga banyak dialami oleh anak-anak. Gejala hipertensi paru pada anak penting untuk dikenali sedini mungkin,” ujarnya dalam webinar Pfizer Media Health Kamis (10/3/2022).
Meskipun tidak spesifik, namun gejala hipertensi paru dapat meliputi sesak saat beraktivitas, mudah lelah, lemas, nyeri dada, pusing, dan kadang disertai batuk. Gejala lain seperti hemoptisis atau batuk berdarah dari saluran pernapasan, sindrom Ortner atau suara serak dari pita suara, dan aritmia atau gangguan irama jantung juga dapat terjadi, namun jarang.
Akibat masih banyaknya masyarakat yang belum mengenali penyakit ini, pasien anak yang terdiagnosa hipertensi paru di Indonesia masih terhitung sedikit hingga saat ini. ”Maka dari itu, penyakit hipertensi paru ini perlu dikenali dan dipahami lebih lanjut oleh masyarakat karena merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak hanya terpengaruh oleh penyakit bawaan, namun juga sangat terpengaruh oleh gaya hidup dari pasien dan konsumsi obat-obatan tertentu,” tambahnya.
Lebih lanjut dr. Rizky menjelaskan, konsultasi kepada tenaga medis (dokter) penting dilakukan apabila memiliki risiko dan gejala hipertensi paru pada anak agar mendapatkan penanganan yang tepat sesegera mungkin setelah diagnosis. Karena, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, hipertensi paru dapat menyebabkan munculnya komplikasi dan bisa berakibat fatal hingga menyebabkan kegagalan fungsi paru dan jantung bagian kanan.
Beban dari seseorang yang memiliki kondisi hipertensi paru dapat berlangsung lama dan secara lambat laun semakin parah, dimana pasien baru menunjukkan keluhan bila sudah berada dalam stadium lanjut akibat terjadinya peningkatan resistensi vaskular pulmonal yang progresif.
Penegakkan diagnosis hipertensi paru pada pasien anak penting untuk dilakukan untuk mendeteksi dini penyakit dan mengambil langkah penanganan yang tepat bagi pasien anak. Pakar Kardiologi Anak dan Penyakit Jantung Bawaan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K), mengatakan, bila terdapat kecurigaan akan hipertensi paru, pemeriksaan utama untuk menegakkan diagnosis adalah dengan melakukan kateterisasi jantung kanan, dengan mengukur tekanan di arteri pulmonal dan jantung kanan anak melalui kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah di paha yang diteruskan ke jantung.
Baca juga: Selama Setahun, Segini Jumlah Pendatang Baru di Kota Bekasi
”Lebih lanjut, diagnosis penyakit hipertensi paru pada anak pada umumnya dilakukan melalui anamnesis atau pemeriksaan riwayat secara rinci, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta screening dengan elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiografi.1 Berbagai pemeriksaan tambahan lainnya juga dapat dilakukan seperti foto toraks dan pencitraan CT scan toraks,” imbuhnya.
Pencegahan dan penanganan penyakit hipertensi paru khususnya pada pasien anak di negara-negara berkembang pada umumnya masih menghadapi berbagai tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut mencakup keterbatasan infrastruktur kesehatan yang canggih, keterbatasan keahlian tenaga medis, kurangnya kesadaran masyarakat, kurangnya strategi skrining hipertensi paru yang tepat waktu, perawatan antenatal atau kehamilan yang kurang baik, hingga ketersediaan obat hipertensi paru yang tidak dapat diprediksi.
Akibatnya, sering ditemukan bahwa penyakit hipertensi paru memiliki prognosis yang buruk, dimana angka kematian dan rawat ulang pasien tinggi, meskipun optimalisasi pengobatan hipertensi paru dalam dekade terakhir ini telah berkontribusi besar terhadap peningkatan prognosis pasien, khususnya pada anak.
Di Indonesia sendiri, obat-obatan tertentu yang telah tersedia dapat diberikan untuk membantu mengurangi hipertensi paru pada pasien anak, seperti golongan Prostasiklin, yaitu Beraprost, dan juga golongan Inhibitor Phosphodiesterase Type 5 (PDE5i), yaitu Sildenafil, yang telah disetujui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) beberapa waktu lalu sebagai obat hipertensi paru.
”Pasien yang terdiagnosa hipertensi paru memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang lama bahkan seumur hidup, dengan rutin melakukan evaluasi tekanan arteri pulmonal berkala untuk menilai progresivitas penyakit dan menilai kecukupan dosis obat yang diberikan,” tukasnya.
Ketua Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI), Arni Rismayanti, mengatakan, hipertensi paru merupakan suatu penyakit yang serius, fatal dan dapat mengancam jiwa. Selain itu hipertensi paru bisa dialami oleh semua usia salah satunya anak-anak. Saat ini kasus Hipertensi Paru di Indonesia paling banyak ditemukan pada Penyakit Jantung Bawaan akibat keterlambatan diagnosa atau tidak dikoreksi sejak dini sehingga menimbulkan komplikasi Hipertensi paru.
Pada kondisi ini keduanya baik Hipertensi Paru maupun penyakit jantung bawaan yang ada harus segera ditangani bersamaan secara cepat dan tepat. Karena keterlambatan penanganan Hipertensi Paru pada kasus penyakit jantung bawaan bisa menyebabkan pasien tidak dapat dikoreksi lagi seumur hidup.
Direktur PT Pfizer Indonesia – Upjohn Division, Satria Surjati, juga menambahkan, melihat faktor risiko yang serius dari penyakit hipertensi paru, Pfizer Indonesia terus berkomitmen untuk mendukung penuh peningkatan kepedulian masyarakat terhadap penyakit hipertensi paru khususnya pada pasien anak.
”Dalam menjalankan komitmen tersebut, Pfizer Indonesia menyelenggarakan kegiatan Media Health Forum (MHF) dengan topik ‘Kenali Gejala Hipertensi Paru pada Anak dan Cara Penanganannya.’ MHF kali ini menghadirkan para pakar hipertensi paru dokter spesialis anak konsultan kardiologi maupun dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah konsultan sub spesialis kardiologi pediatrik dan penyakit jantung bawaan dan juga pengurus Yayasan Hipertensi Paru Indonesia untuk berdiskusi langsung dengan para jurnalis mengenai penyakit hipertensi paru anak untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai penyakit ini. (any)