Jakarta–Deteksi dini merupakan hal yang penting untuk menemukan kanker ketika masih di stadium awal. Sehingga bisa menentukan pengobatan yang tepat pada pasien. Namun, berdasarkan studi, hanya 5 persen perempuan Indonesia yang mengetahui mengenai pemeriksaan dini kanker payudara, Seperti dengan metode mamografi.
Menyadari rendahnya angka deteksi dini, Brawijaya Hospital – Saharjo memperkenalkan perangkat portabel deteksi dini kanker payudara, Invenia™ ABUS 2.0, yang terpasang di rumah sakit dan juga di bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara.
Penyediaan perangkat portabel untuk deteksi dini ini sejalan dengan Strategi Nasional Penanggulangan Kanker Payudara Indonesia dari Kementerian Kesehatan RI yang mencakup 3 pilar yakni promosi kesehatan, deteksi dini dan tatalaksana kasus.
Baca juga: Yuk Tengok Pelayanan Kesehatan Terbaik Malaysia di MH Expo 2022 Jakarta
Secara rinci ketiga pilar tersebut menargetkan 80% perempuan usia 30-50 tahun dideteksi dini kanker payudara, 40% kasus didiagnosis pada stage 1 dan 2 dan 90 hari untuk mendapatkan pengobatan. Pemeriksaan dengan perangkat portabel deteksi dini kanker payudara, Invenia™ ABUS 2.0, menunjukkan peningkatan 35,7% deteksi kanker dibandingkan hanya dengan mammografi, bahkan pada perempuan dengan dense breasts.
Presiden Direktur Brawijaya Hospital – Saharjo, dr Chammim, SpOG (K), mengatakan, sebagai rumah sakit yang memiliki fokus dan fasilitas terlengkap terhadap kesehatan obstetri dan ginekologi, perempuan, serta anak-anak, Brawijaya Hospital – Saharjo sangat mengkhawatirkan fakta yang ada mengenai rendahnya angka deteksi dini kanker payudara.
”Oleh karenanya, kami berinisiatif meluncurkan perangkat portabel teknologi terbaru di RS kami dengan menggunakan Invenia™ ABUS 2.0. Perangkat berteknologi terkini ini terpasang di Brawijaya Hospital – Saharjo dan tersedia dalam bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara yang dapat berkeliling untuk menjangkau lebih banyak perempuan agar dapat melakukan deteksi dini kanker payudara,” ujarnya.
Dokter Spesialis Bedah, dr. Rika Lesmana, SpB, mengatakan data dari Globocan 2020 menunjukkan bahwa jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6%) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. ”Sementara itu, untuk jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa kasus. Deteksi dini kanker payudara dapat meningkatkan prognosis dan mengurangi biaya pengubatan. Contohnya pada pasien dengan kanker payudara yang telah masuk stadium 1 dan 2, sekitar 70% dapat terhindar dari kemoterapi. Sehingga deteksi dini sangatlah penting,” tukasnya.
Baca juga: Ampuh Cegah Dampak Terburuk Saat Gelombang Omicron di Hong Kong
Deteksi dini dapat dilakukan dengan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) maupun SADANIS (pemeriksaan payudara klinis). Meski demikian, SADARI hanya dapat mendeteksi jika kanker sudah berkembang sehingga menunjukkan gejala yang muncul ke permukaan kulit seperti benjolan dibawah kulit. Oleh karena itu, meskipun perempuan didorong untuk melakukan SADARI secara teratur, namun hal tersebut tidak dapat menggantikan metode diagnostik klinis seperti mamografi atau ultrasound.
Dokter spesialis radiologi, dr. Semuel Manangka, SpRad(K) RI mengatakan, perempuan memiliki tipe jaringan payudara yang berbeda-beda. Sebagain memiliki jaringan dense breast sedangkan lainnya memiliki jaringan fatty breast. Mamografi dan ultrasound membantu dokter menegakkan diagnosa secara presisi. Ini karena ada data yang menunjukkan mammografi sulit mendeteksi 1 dari 3 kanker payudara pada jaringan dense breasts sehingga kombinasi deteksi akan lebih baik.
”Jika digunakan bersama dengan mammografi, Invenia™ ABUS 2.0 dapat mendeteksi lebih dari 37% kanker payudara, bahkan pada perempuan dengan jaringan dense breast. Invenia™ ABUS 2.0 memiliki beragam keunggulan seperti memberikan gambaran yang konsisten dengan hasil berkualitas, memiliki gambaran 3D dengan potongan coronal setebal 2mm, full contact dan coverage karena permukaan transduser lebar (15cm), serta bagi pasien, pemeriksaan ini akan lebih nyaman karena bentuk transducer yang mengikuti bentuk payudara (reverse curve transducer),” jelasnya.
Pemeriksaan dini secara klinis dengan ultrasonografi, lanjutnya, merupakan investasi kesehatan yang berharga untuk setiap perempuan, oleh karenanya ayo deteksi dini jika Anda sudah berusia diatas 30 tahun dan diatas 40 tahun.
Dokter spesialis bedah onkologi Brawijaya Hospital – Saharjo, dr. Bob Andinata, SpB.Onk, mengatakan, pada stadium awal, deteksi dini dapat meningkatkan kemungkinan kesembuhan pasien. Bagi dokter, keakuratan hasil deteksi dini akan membantu menentukan penanganan yang tepat bagi pasien. ”Dengan cepat tertangani, maka angka kesembuhan pasien akan semakin tinggi. Invenia ABUS 2.0 dengan berbagai keunggulan yang dimiliki, memberikan hasil yang akurat. Bersama dengan mamografi, kanker dapat lebih cepat terdiagnosa dan pasien dapat langsung mendapat penanganan,” tukasnya.
Selain menyediakan perangkat yang mumpuni, Brawijaya Hospital – Saharjo juga menyediakan edukasi di bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dan rumah sakit. ”Kami menyadari, edukasi merupakan upaya promosi kesehatan yang harus berjalan beriringan dengan deteksi dini. Dengan edukasi, perempuan Indonesia dapat mengetahui pentingnya deteksi dini, mengetahui gejala, faktor risiko dan penangan kanker payudara. Dengan demikian, semakin banyak perempuan Indonesia yang terlindungi dari kanker payudara,” tutup dr Chammim, SpOG (K).
Bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara akan berkeliling di area sekitar Brawijaya Hospital – Saharjo. Masyarakat dapat melakukan reservasi untuk pemeriksaan di bus maupun di rumah sakit dengan menghubungi Halo Brawijaya Hospital 150-160. Masyarakat juga dapat mengundang bus khusus pemeriksaan deteksi dini kanker payudara untuk mengunjungi lingkungan masyarakat dengan menghubungi Halo Brawijaya Hospital 150-160. (any)