Kalimantan— Ramainya penggunaan media sosial seringkali membuat orang lupa akan pentingnya menyaring informasi sebelum dibagikan. Hal tersebut memicu timbulnya tindak kejahatan di ruang digital. Dengan demikian, diperlukan etika berjejaring sebelum berinternet agar terhindar dari malapetaka.
Demikian yang menjadi perbincangan dalam webinar bertema “Etika Berjejaring: Jarimu Harimaumu!”, Kamis (28/7/2022) lalu, di Kalimantan, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Hadir sebagai narasumber adalah Direktur Yale Communication Ferianto; Relawan TIK Kalimantan Barat Ira Dwi Lestari; Ketua Bidang Kesekretariatan Relawan TIK Kalimantan Barat Rahmad Widyo Utomo; KOL Lokal Muis Gaga; KOL Nasional Syarifah Bena; Dosen FISIP Universitas Tanjungpura Pontianak Syarifah Ema Rahmaniah; dan Eko Akbar Setiawan selaku Ahli Muda Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Disporapar Provinsi Kalimantan Barat.
Baca juga: Povidone-Iodine Kumur dan Iota-Carrageenan Nasal Spray Efektif
Dalam webinar tersebut, Ferianto menyebutkan, penguatan pendidikan karakter di era digital merupakan suatu hal yang penting, hal ini dikarenakan lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku individu. Kemudian, pemanfaatan teknologi secara baik menjadikan kunci utama dalam nilai karakter peserta didik pada era digital ini. “Lima nilai utama karakter prioritas dalam penguatan pendidikan karakter yaitu religius, integritas, nasionalis, gotong royong, dan mandiri,” ujarnya.
Ira Dwi Lestari melanjutkan sesi kedua dengan topik bahasan mengenai pentingnya menyaring informasi sebelum membagikannya. Menurutnya, hal ini dilakukan salah satunya karena konten yang baik belum tentu berisi informasi yang benar. Tidak hanya itu ia turut menyampaikan kiat-kiat dalam menyaring informasi, dimana hal pertama yang perlu dilakukan yakni mengecek kebenaran informasi. “Jika suatu berita bohong disampaikan atau dikatakan secara berulang-ulang, maka kebohongan itu bisa diyakini sebagai sebuah kebenaran,” ungkapnya.
Baca juga: Waspada Potensi Kejahatan di Internet yang Kian Canggih
Terkait keamanan digital, Rahmad Widyo Utomo menggarisbawahi langkah-langkah menjadi netizen cerdas, diantaranya dengan menjaga privasi, melawan perundungan, dan waspada akan hoaks. Ia juga mengutarakan alasan mengapa data pribadi harus dilindungi, salah satunya yaitu agar tidak terkena tindak kejahatan atau kriminal. “Kepo boleh, tapi jangan sampai melewati batas. Tiap orang punya privasinya, termasuk kamu. Jadi kalau kamu gak mau diganggu, hargai juga privasi orang lain ya!,” tukasnya.
Terkait etika digital, Muis Gaga menyampaikan materi terkait tata kelola etika, dimana hal tersebut terdiri atas menyadari, menyesuaikan diri, mempertimbangkan, mencontohkan, merasionalkan, serta mengembangkan. “Etika digital menjadi semakin jauh lebih penting ketika jumlah penghuni media digital (warganet) semakin banyak,” imbuhnya.
Terkait budaya digital, Syarifah Bena mengungkapkan bahwasannya walaupun terdapat kebebasan berekspresi di dunia digital namun hal ini turut ada batasan-batasannya pula yang diatur dalam UU ITE meliputi pornografi, perjudian, pemerasan, penipuan, dan lain sebagainya. “Adapun hal yang dapat dilakukan antara lain yaitu berhati-hati dalam bermedia sosial, melindungi identitas pribadi, serta mengedukasi masyarakat dan teman disekitar lingkungan,” tukasnya dalam mengakhiri sesi kelima.
Syarifah Ema Rahmaniah melanjutkan sesi keenam dengan menuturkan contoh-contoh kejadian yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dalam hal berbagi informasi, salah satunya dengan memotret orang lain lalu memviralkannya, dimana hal ini marak terjadi di salah satu platform media sosial. “Fenomena saat ini yaitu beberapa orang tua membuatkan akun medsos atas nama anaknya, meski baru berumur kurang dari satu tahun. Hal ini menimbulkan kasus seperti adanya pencatutan foto anak Ruben Onsu dan Ayu Ting Ting oleh akun ‘Jual Bayi Murah’ yang terjadi pada tahun 2016 silam,” ucapnya.
Pada sesi terakhir, Eko Akbar Setiawan menyatakan bahwa perundungan siber yang dilakukan di dunia maya dapat memunculkan rasa takut pada korban, bahkan dapat terjadi kekerasan fisik di dunia nyata. Selanjutnya mengenai konten negatif, ia turut memberi pesan akan tindakan etis apa saja yang dapat dilakukan, diantaranya dengan menganalisis dan memverifikasi konten negatif tersebut lalu tidak menyebarkannya kepada orang lain. Eko menyimpulkan, “Mari kita rayakan teknologi, kita hormati ilmu pengetahuan, kita dukung semua bentuk kemajuan, tetapi semua harus demi mengangkat derajat manusia. Etika ada karena kita adalah manusia.”
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial Kemenkominfo dan Siberkreasi. (any)