Balikpapan—Tidak semua pengguna internet, khususnya media sosial, memahami etika digital yang berakibat kerap terjadinya tindakan kejahatan, termasuk pelecehan seksual. Di samping itu, kesadaran akan keamanan digital, terutama yang menyangkut data pribadi di ruang digital, masih minim sehingga berpotensi menimbulkan ancaman pelecehan seksual. Apabila tidak dicegah, aktivitas yang melanggar hukum ini akan berdampak buruk bagi pengguna media sosial, khususnya anak-anak dan remaja.
Demikian kesimpulan dalam webinar yang bertema “Pelecehan Seksual di Ruang Digital: Kenali, Cegah, dan Laporkan”, di Balikpapan, Kalimantan Timur, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Narasumber dalam webinar ini adalah Ketua Yayasan Drahma Alfa Hudaya Oki Hikmawan; dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM Yogyakarta Bevaola Kusumasari; dan CEO Papeja Media Group Joko Suryono.
Baca juga: Cetak Momen Berharga Kian Mudah dengan Instax Square Link dari Fujifilm
Menurut Oki Hikmawan, tidak semua pengguna media sosial memahami etika sehingga membuka peluang terjadinya tindakan kejahatan, termasuk dengan pelecehan seksual digital. Kejadian ini sering ditemukan pada usia remaja 15-17 tahun atau 18-21 tahun. Jenis pelecehan yang sering terjadi adalah pelecehan gender, perilaku menggoda, penyuapan seksual, atau pemaksaan pelanggaran seksual.
“Sementara jenis-jenis pelecehan seksual di media sosial yang kerap terjadi adalah sexting, penyuapan seksual, body shaming, dan scammer,” ujarnya.
Penanganan kasus kekerasan berbasis gender online di Indonesia, menurut Oki, masih sangat terbatas karena belum ada payung hukum yang jelas. Kemampuan aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus ini pun masih kurang. Sehingga tak jarang banyak korban justru malah dikriminalisasi karena melapor.
Agar tak terjebak menjadi korban kekerasan seksual di ruang digital, lajuk Oki, hal yang bisa dilakukan adalah membatasi mengumbar informasi pribadi, terutama foto diri, di media sosial. Lalu, hindari forum atau komunitas digital yang memancing kekerasan siber atau memblokir situs dan konten yang melanggar norma kesusilaan. “Atau manfaatkan fitur Google Alerts yang memfasilitasi pemberitahuan e-mail yang dikirim setiap Anda atau nama keluarga muncul secara online,” katanya.
Baca juga: International College of Dentists dan Formula Gelar Aksi sosial di Lombok
Kendati banyak korban pelecehan seksual, menurut Bevaola, tidak banyak yang berani melaporkan ke aparat penegak hukum. Pasalnya, kebanyakan dari mereka merasa ketakutan dan malu apabila melaporkan kasus yang dialaminya tersebut. Ada stigma di masyarakat bahwa korbanlah yang memancing timbulnya pelecehan seksual yang dialaminya.
“Selain itu, ada rasa trauma yang menghantui korban dan memilih menahan diri untuk tidak membicarakannya,” ucap Bevaola.
Untuk itu, Bevaola menyarankan kepada pengguna media sosial untuk tidak mudah memberikan informasi pribadi ke media sosial. Apabila terlanjur menjadi korban pelecehan seksual, ia menyarankan agar melapor ke LBH APIK, Komnas Perempuan, atau ke Hollaback Jakarta. Agar trauma tidak berkelanjutan, bisa berkonsultasi ke psikolog dan psikiater.
Sementara itu, Joko Suryono mengingatkan penggunaan media sosial sebaiknya untuk hal-hal yang positif dan produktif. Sebaiknya, media sosial tidak dijadikan wadah untuk memamerkan diri atau penumpahan masalah. Segala informasi yang bersifat pribadi sebaiknya tidak diumbar ke media sosial.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial Kemenkominfo dan Siberkreasi. (any)