Jakarta-Memperingati Hari Obesitas Sedunia, Nutrifood bersama Kementerian Kesehatan dan Badan POM RI terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menerapkan pola hidup sehat sedini mungkin. Yakni dengan batasi konsumsi gula, garam, dan lemak (#BatasiGGL) dan memahami cara baca label kemasan sebelum membeli untuk mencegah obesitas.
Obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami sindrom metabolik yang mengarah pada penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, dan diabetes sehingga perlu dicegah sedini mungkin. Kegiatan edukasi ini merupakan bagian dari kampanye Nutrifood bersama Kemenkes dan Badan POM RI terkait pentingnya membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak serta cermat membaca label gizi kemasan yang telah dimulai pada 2013.
Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI mengatakan, menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, 1 dari 5 anak berusia 5-12 tahun, dan 1 dari 7 remaja berusia 13-18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. “Obesitas memiliki konsekuensi berat pada anak karena memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami sindrom metabolik,” ujarnya.
Baca juga: Meikarta Serah Terima unit Silverlake Tower
Prevalensi sindrom metabolik (SM) di Indonesia sebesar 23,34 persen, lebih tinggi pada laki-laki (26,2 persen) dibandingkan pada perempuan (21,4 persen) dan diprediksi menyebabkan kenaikan dua kali lipat risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali lipat pada penyakit diabetes melitus tipe 2.
“Untuk itu pemerintah menyerukan agar semua pihak, termasuk para guru, orang tua dan pelaku sektor swasta, memprioritaskan asupan nutrisi seimbang pada anak, serta mendorong aktivitas fisik untuk mencegah dan menghentikan rantai obesitas sedini mungkin. Berbagai upaya juga sudah dilakukan pemerintah mulai dari menerbitkan Permenkes tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji serta melakukan edukasi terkait aturan tersebut,” lanjutnya.
dr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM, Dokter Spesialis Gizi Klinis menjelaskan, obesitas pada anak berpotensi memicu sindrom metabolik yang menyebabkan meningkatnya risiko penyakit tidak menular. “Seseorang didiagnosis mengalami sindrom metabolik bila memiliki tiga atau lebih kondisi seperti kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, gula darah (glukosa) tinggi, rendahnya kadar kolesterol HDL (baik) dalam darah, tingginya kadar trigliserida dalam darah, dan tekanan darah tinggi. Berbagai kondisi tersebut seringkali dialami oleh orang obesitas,” tandasnya.
dr. Marya menambahkan, mengonsumsi makanan sesuai anjuran dari Kemenkes RI yaitu jumlah sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein, serta memerhatikan label kemasan sebelum membeli guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman perlu dibiasakan sedini mungkin untuk mencegah obesitas. “Jangan lupa untuk memilih makanan dan minuman yang tinggi protein karena bisa menjadi sumber energi bagi tubuh anak dan remaja yang memiliki banyak aktivitas,” tambahnya.
Baca juga: Hebat! Penjualan MAKUKU Meningkat Hingga 200 kali lipat di Tahun 2022
Sebagai upaya untuk mengetahui asupan gula, garam, dan lemak dari pangan olahan kemasan, masyarakat diajak untuk lebih cermat dalam membaca label gizi kemasan pangan olahan yang dikonsumsi. Masyarakat harus selalu memperhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan, yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.
Meliza Suhartatik, STP, MKM, Pengawas Farmasi Makanan Ahli Muda mengatakan, sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI, idealnya dalam sehari masyarakat dapat mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram (setara 4 sendok makan), garam tidak lebih dari 5 gram (setara 1 sendok teh), dan lemak tidak lebih dari 67 gram (setara 5 sendok makan). “Dengan selalu cermat membaca label kemasan dan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka masyarakat akan lebih cerdas untuk memilah zat gizi apa yang harus dipenuhi dan yang harus dibatasi agar terhindar dari berbagai penyakit, salah satunya obesitas,” tuturnya.
Dalam rangka upaya promotif dan preventif dalam penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM), Badan POM juga melakukan kampanye agar konsumen memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan gizinya. Salah satu cara untuk memudahkan masyarakat memilih pangan yang lebih sehat adalah dengan mencantumkan keterangan Logo “Pilihan Lebih Sehat” pada pangan olahan yang memenuhi kriteria kandungan gula, garam, lemak dan/atau zat gizi lainnya. Harapannya masyarakat dapat bijak memilih produk dengan Logo “Pilihan Lebih Sehat” dan mengonsumsinya dalam jumlah yang wajar,” jelas Meliza.
Terkait kesadaran, masyarakat urban dinilai memiliki kepedulian (awareness) lebih tinggi terhadap gaya hidup sehat dan pemilihan makanan lebih sehat dibandingkan masyarakat di daerah. Hal itu disampaikan Susana, S.T.P., M.Sc., PD.Eng., Head of Strategic Marketing Nutrifood. “Menurut pendapat saya, bukan berdasarkan pada penjualan Nutrifood, di perkotaan itu awareness orang terhadap hidup lebih sehat, pemilihan hidup yang lebih sehat, itu cenderung lebih tinggi dibandingkan di daerah,” terangnya.
Menurut Susana, masyarakat di perkotaan cenderung lebih mudah menjangkau informasi seputar kesehatan. Sementara itu, edukasi tentang kesehatan dan pilihan makanan sehat di daerah masih belum optimal. “Tapi makin ke sini edukasi semakin banyak dilakukan, apalagi setelah gencarnya media sosial. Saya yakin ke depannya akan semakin banyak orang yang aware akan pilihan makanan yang lebih sehat, termasuk di daerah,” tambahnya.
Susana menyampaikan, sejak 2013, Nutrifood secara aktif berkolaborasi dan mendapatkan dukungan dari Kementerian Kesehatan RI dan Badan POM RI untuk mengedukasi tenaga kesehatan, komunitas, media, dan masyarakat melalui kampanye Cermati Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak (#BatasiGGL) serta Baca Label Kemasan sebagai salah satu upaya penanggulangan isu obesitas di Indonesia.
Meirza Hartoto, Penyintas Obesitas menceritakan, pada saat remaja, berat badannya pernah mencapai hingga 100 kg yang membuatnya kesulitan menjalani berbagai aktivitas di sekolah karena pergerakan tubuh dan pernapasan yang sulit.
“Akibat minim edukasi terkait pola hidup sehat yang benar, saya juga pernah melakukan diet ekstrim yang menyebabkan psikis terganggu dan membuat rambut rontok parah. Sejak mempelajari pola hidup sehat yang benar dengan membatasi asupan gula, garam, lemak, dan aktif berolahraga, saya berhasil menurunkan berat badan sebanyak 28 kg ke angka ideal, yang disertai dengan peningkatan massa otot. Selain penurunan berat badan, saya juga merasakan perubahan yang signifikan pada kondisi fisik yang terasa lebih fit, dan lebih produktif dalam beraktivitas. Saat ini saya bertekad menularkan semangat gaya hidup sehat serta mengedukasi keluarga dan lingkungan sekitar agar tidak ada lagi anak dan remaja yang mengalami kondisi seperti saya dahulu,” katanya. (any)