Jawa Barat — Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital, di Jawa Barat baru-baru ini. Tema yang diangkat adalah “Melek Digital dengan Cakap Bertransaksi Nontunai” dengan menghadirkan narasumber Direktur PT Mahakarya Berkah Sejahtera dan Dosen Stikosa AWS Surabaya Muhajir Sulthonul Aziz; Relawan TIK Kabupaten Bandung dan Jawara Internet Sehat 2022 Galih; dan VP Head of Direct Sales and Retail Indosat Henny Tri Purnaningsih.
Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5,00.
Dalam merespons hal tersebut, Kemenkominfo menyelenggarakan “Workshop Literasi Digital” dengan materi yang didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate yang memberikan sambutan secara daring menyampaikan, selain membangun infrastruktur digital, pusat-pusat data, dan telekomunikasi di seluruh Indonesia. Kemenkominfo juga secara langsung mengadakan sekolah vokasi untuk menghasilkan tenaga kerja yang bertalenta digital.
Baca juga: Hadirkan Popok Teknologi SAP Pertama dengan Harga Terjangkau
“Kemenkominfo menyiapkan program-program pelatihan digital pada tiga level, yaitu Digital Leadership Academy yang merupakan program sekolah vokasi dan pelatihan yang diikuti oleh 200-300 orang per tahun bekerja sama dengan delapan universitas ternama di dunia. Digital Talent Scholarship sebagai program beasiswa bagi anak muda yang ingin meningkatkan kemampuan dan bakat digital. Dan yang terakhir Workshop Literasi Digital yang dapat diikuti secara gratis bagi seluruh masyarakat di Indonesia,” tutur Johnny.
Muhajir memaparkan, transaksi nontunai atau kerap disebut cashless adalah sebuah istilah yang merujuk pada sistem pembayaran yang tidak memerlukan uang tunai sebagai alat pembayaran.
Sebaliknya, transaksi dilakukan secara elektronik dengan menggunakan kartu kredit, kartu debit, atau metode pembayaran digital lainnya seperti e-wallet atau mobile banking. Sistem cashless memungkinkan pembayaran yang lebih mudah, cepat, dan aman.
“Keuntungan lain dari sistem ini adalah tidak perlu lagi membawa uang tunai secara fisik, yang dapat membantu mengurangi risiko kehilangan atau pencurian uang tunai. Selain itu, cashless juga dapat membantu meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam sistem pembayaran,” tandasnya.
Baca juga: FGPI Sumbawa Barat Tegaskan AMNT Tidak Melakukan Pelanggaran HAM
Muhajir menambahkan, selain menggunakan kartu debit atau kredit, sistem cashless saat ini kian berkembang pesat dengan metode pindai kode batang (QR code). Pembayaran dapat dilakukan dengan memindai kode QR yang tertera pada toko atau restoran. Pengguna dapat melakukan pembayaran dengan memilih metode pembayaran di aplikasi pembayaran digital mereka, kemudian memindai kode
QR yang tertera di toko atau restoran.
Sementara itu, Galih membenarkan bahwa transaksi nontunai kian diminati di masyarakat. Data menunjukkan bahwa nilai transaksi nontunai di Indonesia dari tahun ke tahun menanjak pesat. Dari semula di 2012 senilai Rp 1,97 triliun, kini nilai transaksi nontunai melompat menjadi Rp 327,57 triliun di 2021.
Tingginya penggunaan transaksi nontunai tersebut dilatarbelakangi beragam kemudahan dan kelebihannya. “Namun, di balik kelebihan transaksi nontunai, ada kekurangannya, seperti risiko terkena hacking, membuat orang semakin konsumtif lantaran kemudahan, serta ada risiko gangguan jaringan internet yang mengganggu kelancaran transaksi nontunai,” katanya.
Namun, Galih tak menampik bahwa penggunaan sistem keuangan nontunai menstimulasi berbagai kegiatan usaha ekonomi kerakyatan, seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Peningkatan pembayaran nontunai menimbulkan efek substitusi dan efisiensi sehingga menyebabkan peningkatan produk domestik bruto (PDB) yang berimplikasi pada pendapatan nasional.
Agar tak boros lantaran godaan kemudahan transaksi nontunai, Henny Tri Purnaningsih mengungkapkan, salah satu caranya adalah dengan menyusun skala prioritas pengeluaran untuk belanja.
Menurut dia, pembagian ideal dari penghasilan adalah 50 persen untuk kebutuhan pokok; 30 persen untuk keinginan pribadi; dan 20 persen untuk tabungan atau investasi. Selain itu, memanfaatkan promo atau diskon juga bisa menghemat pengeluaran cukup signifikan. “Untuk semakin mudah menyusun rencana belanja, kita bisa memanfaatkan aplikasi pengelola keuangan secara gratis, cepat, akurat, dan otomatis,” ucapnya.
Workshop Literasi Digital ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo. (any)