Jakarta- Indonesia masuk sebagai negara dengan sampah makanan atau food waste terbesar di dunia. Menurut kajian Bappenas, sampah makanan yang terbuang di Indonesia pada 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara 115-184 kilogram per kapita setiap tahunnya. Kemudian berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021, di antara semua jenis sampah yang dibuang, sampah sisa makanan menjadi komposisi sampah yang paling banyak yaitu sebesar 29,1 persen dari total sampah.
Mirisnya, masih banyak masyarakat yang kekurangan gizi. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut ada 21 juta warga Indonesia yang kekurangan gizi dan 21,6 persen anak mengalami stunting.
Peduli akan hal itu, tiga siswa SMA ini tergerak untuk mengurangi makanan yang terbuang. Mereka yakni Ariana Budhihartanto, Danica Hartawan dan William Atmadja. Mereka tergabung dalam komunitas Feeding Hands. Ariana menjelaskan, Feeding Hands bertujuan untuk mengurangi, mereformasi dan merefleksikan sampah makanan.
Baca juga: 13 Ribu Runners Ramaikan MILO ACTIV Indonesia Race 2023 Jakarta Series
Sejak tahun 2018, mereka telah mendistribusikan kembali makanan dari toko roti, restoran, buffet kepada mereka yang membutuhkan. “Feeding Hands didirikan oleh murid lain, tapi kami yang meneruskan. Kami bertujuan untuk menyelesaikan masalah sampah makanan di Indonesia dan berharap dapat melakukan advokasi lebih lanjut,” terangnya ketika di temui di sekalah Saja di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara.
![](https://indoposonline.com/wp-content/uploads/2023/11/IMG-20231105-WA0003-e1699164080297.jpg)
Kepedulian mereka tergerak setelah melihat banyaknya sisa makanan yang terbuang sia-sia saat makan di sebuah restoran. “Kita lihat, makanannya itu dibuang begitu saja. Jadi kayak, kasihan aja gitu. Padahal kita lihat di Indonesia masih banyak orang yang kekurangan makanan,” jelas mereka.
Karena itulah mereka akhirnya melakukan research. Kemudian menghubungi restoran, gerai-gerai, hingga supermarket agar mereka mau mendistribusikan sisa makanan mereka yang tidak habis terjual namun masih layak dikonsumsi untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan.
Baca juga: MAKUKU Edukasi Kesehatan Kulit di Posyandu
Seperti yang mereka lakukan di Sanggar SAJA, sanggar kolong jalan di Jl. Petak Asem Selatan, Penjaringan, Jakarta Utara. Mereka membagikan roti dari toko roti Shokupan yang tidak habis terjual namun masih layak konsumsi. Selain Shokupan mereka juga bekerja sama dengan Grand Lucky, Pandor, Beau Bakery, Seven Buffet, dan Mayora.
Selain membagikan makanan, mereka juga mengajarkan anak-anak kelas empat di sanggar SAJA cara menanam sayuran. “Tanaman ini dibuat dari kompos sisa makanan. Dari rumah-rumah kita gabungin lalu kita bikin pupuk kompos sendiri,” jelas Danica.
Agar anak-anak tidak bosan, jelas William mereka membuat kelasnya menjadi menyenangkan. Dalam pot-pot kecil tersebut ditanami kangkung, bayam dan juga kemangi. Mereka menyiapkan hadiah bagi yang bisa menjawab pertanyaan dengan benar.
Antusiasme anak-anak bisa terlihat dari tanamannya yang tumbuh subur karena mereka siram setiap hari. “Dari menanam ini nanti mereka bisa konsumsi sendiri sehingga bisa memenuhi nutrisi mereka,” tukasnya.
Tak berhenti sampai disitu, melihat masih banyaknya masalah mal nutrisi tiga anak muda ini juga memberikan edukasi kepada anak-anak pentingnya makanan yang sehat. “Kita mengedukasi pentingnya makanan sehat dengan gizi seimbang,” terangnya.
Selain edukasi mereka juga membagikan makanan dan minuman bergizi bagi-anak-anak tersebut. Dibelakang paket tersebut mereka juga cantumkan label gizi dan kalori. Bahkan mereka juga membuat poster mengenai penyingnya gizi seimbang dan juga bagaimana memenuhi kebutuhan nutrisi dalam isi piringku. “Jadi intinya meskipun sebagai orang yang kurang mampu, mereka masih bisa mendapatkan makanan yang lebih baik untuk nutrisi mereka,” jelas William.
Kegiatan positif mereka mendapat pujian dari pendiri sekolah Saja, Reinhard Hutabarat. “Luar biasa. Saya sangat senang karena mereka masih usia sekolah sudah memikirkan masalah sosial. Kagum saya sama mereka, Program mereka menanam sayur seperti ini kan menguntungkan bagi keluarga disini,” katanya.
Reinhard menceritakan, didirikan sejak 2001, sanggar Saja merupakan kepedulian mereka kepada anak-anak disekitar Penjaringan yang kurang mendapatkan pendidikan yang layak. “Jadi karena kesulitan ekonomi mereka nggak bisa sekolah. Ada juga karena banyak pendatang mereka identitas kependudukannya nggak ada jadi nggak bisa menyekolahkan anaknya,” jelasnya.
Di sanggar Saja, jelasnya siswanya mulai dari TK A, hingga kelas 6 SD. “Ada perbedaan, TK resmi berijazah, kita mengikuti kurikulum pendidikan nasional untuk PAUD. Untuk SD, mereka kita sekolahkan di sekolah negeri di sekitar sini. Nah di Saja mereka siangnya sekolah dalam bentuk sanggar. Mereka belajar bahasa inggris, komputer, literasi, pendidikan karakter, seni musik, seni tari dan ketrampilan tangan.
Sebagai organisasi pendidikan, jelas William, mereka mereka memantau isu terkini dan mencari solusinya. “Contohnya pas covid kemarin kita mendistribusikan makanan ke paramedis, jadi bukan hanya ke murid-murid kayak gini. Kita melihat paramedis juga membutuhkan jadi kita memilih untuk disebar ke mereka,” kata siswa kelas 11 itu.
Selain membagikan makanan, mereka juga mendonasikan pakaian-pakaian, buku-buku edukasi juga sayuran yang masih layak. Selain dari donatur, mereka juga sering ikut bazar dengan mendirikan booth yang menjual merchandise seperti t-shirt dan stiker.
Tak berhenti sampai disini, mereka bertekat untuk terus melanjutkan aksi positif ini. Mereka juga mengajak teman-temannya untuk menjadi volunteer di kegiatan-kegiatan sosial mereka. (any)
#foodwaste
#sampahmakanan
#limbahmakanan
#feedinghands
#sanggarsaja