SINGAPURA-Galeri seni asal Indonesia, Linda Gallery, sukses memukau penikmat seni Singapura lewat pameran tunggal pelukis terkenal asal Tiongkok, Zhang Lin Hai. Hadir dengan sejumlah karya terbaru, ini bukan kali pertama seniman Zhang ke Singapura.
Ia juga pernah berpameran tunggal di Museum Nasional, Jakarta, beberapa tahun lalu. Kini, sang seniman yang penampilannya sangat bersahaja itu kembali menyapa penikmat seni di Singapura melalui karya-karya lukis bertajuk ”Twilight of The Gods”.
CEO Linda Gallery, Linda Ma, mengaku bersyukur bisa kembali memamerkan karya terbaru seniman surealis kontemporer asal Tiongkok tersebut. Bagi Linda, karya seniman Zhang sangat jujur. ”Dibuat dengan hati, hingga emosi dan gairahnya sebagai seniman bisa dirasakan dalam karya-karyanya. Tidak banyak seniman lukis seperti Zhang Lin Hai. Itu sebabnya, saya sangat bersemangat kembali memamerkan puluhan karya terbarunya di awal tahun ini,” ungkap Linda dalam pembukaan pameran, Rabu (24/1/2024) di Singapura.
Dirinya bisa merasakan, ada perubahan yang signifikan dalam karya-karya terbaru Zhang. Dia menerka, trauma masa lalu yang mulai terkikis perlahan dan pilihan sang seniman menetap di Kanada selama beberapa tahun terakhir membawa perubahan yang ”lebih kaya” terhadap karya-karya Zhang.
Baca juga: Lawan Penuaan, Ini Lima Tips Mengencangkan Kulit Wajah
Masa lalu Zhang sungguh kelam. Ia besar di panti asuhan dan mengalami cacat fisik akibat penyakit polio yang dideritanya. Ia juga saksi hidup pergolakan revolusi kebudayaan di Tiongkok pada masa itu. Ingatan masa lalunya suram.
Zhang yang merupakan lulusan Akademi Seni Rupa Tianjin menjadikan karya seni-dimulai dari ukiran kayu, baru kemudian berkembang ke media kanvas-sebagai caranya ”bertahan hidup” dari ”reruntuhan masa lalu”. Ciri khas karyanya ada pada gambaran anak-anak botak yang berkeliaran di padang gurun dan pedesaan.
Subjek tersebut berasal dari rasa sakit dan kesedihan pribadinya sebagai seorang anak dan mencerminkan perjuangan masa kecilnya serta mimpinya untuk melarikan diri dan upaya pembebasan. Tidak mudah untuk memahami karya seni Zhang, karena interogasinya tentang kehidupan, mediasinya tentang takdir, pengalamannya tentang kesedihan dan kebahagiaan hidup, selalu diekspresikan dalam kebingungan misterius dan upaya pembebasan diri.
Baca juga: Keren! Empat Desainer Indonesia Bakal Beraksi di NYFW
Sang seniman mengekspresikan idenya dengan cara yang sangat tidak jelas dan personal. ”Tapi seiring waktu, perubahan lingkungan tempat tinggal, karya Zhang saat ini terasa lebih rileks. Saya melihat ia mulai mau mengeksplor lebih dalam. Ada misi dalam lukisan terbarunya kali ini, bukan hanya ekspresi dari perasaannya semata,” puji Linda.
Tidak hanya menggunakan media kanvas, karya Zhang yang dipamerkan kali ini juga memakai media baki antik peninggalan dinasti kuno Tiongkok, yang merupakan koleksinya. Dalam karya-karya terbarunya, Zhang mengaku terinspirasi mitologi Nordik ”Twilight of The Gods” tentang penghancuran alam semesta dan umat manusia. ”Sebuah kontemplasi dari pengalaman masa lalu dan harapan akan masa depan. Semoga dunia ini terhindar dari bencana dan penuh kedamaian,” harap sang seniman.
Kehidupan di Kanada selama beberapa tahun terakhir membuat pikirannya sedikit tercerahkan. Ia pun mencoba berpikir lebih luas dan mempertanyakan jika dewa itu ada, mengapa bencana dan peperangan tetap ada.
”Apakah masa depan yang penuh kedamaian itu sungguh ada. Atau apakah bencana justru adalah sarana untuk hadirnya generasi baru agar siklus dunia bisa dimulai kembali? Saya masih berharap dunia tanpa bencana dan penuh kedamaian,” tutupnya bijak.
Pendapat Kurator Seni Wu Hong
Perubahan rasa dalam karya terbaru Zhang Lin Hai tak hanya bisa dirasakan Linda Ma. Kurator seni kenamaan asal Tiongkok yang mengenal pribadi dan karya Zhang sejak lama pun bisa merasakan adanya perubahan ke arah yang lebih optimistis dan ”cerah” dalam karya terbaru Zhang.
Teknik melukisnya tidak berubah. Pun dengan pemikiran sang seniman akan nilai-nilai masyarakat dan budaya Tiongkok yang mendarah daging dalam diri Zhang. Akan tetapi, Wu Hong bisa merasakan, karya berkesenian Zhang telah berkembang menjadi lebih kaya, kian tak tergantikan, dan membawa nilai-nilai pembebasan yang lebih luas dan dalam.
”Selama hampir 30 tahun Zhang membuat karya seni, ia telah terlibat dengan perasaannya yang sebenarnya tentang pengalaman pribadinya dan keluarganya.
Nasib, serta analisis sejarah dan status quo sosial dan budaya di daerah pedesaan Tiongkok yang luas, seperti diwakili oleh karyanya. Lingkungan masa kecil seperti sebuah pola dasar,” ulas kritikus seni terkemuka di Tiongkok itu, mencoba mencermati setiap lekuk goresan karya Zhang.
Kurator Wu mengatakan, sang seniman juga kerap memunculkan lika-liku nasib kolektif dan siksaan spiritual di zaman modern. Melalui presentasi realis teatrikal dan magis dari adegan nyata yang mirip dengan api penyucian, Zhang memberi kritik terhadap tradisi otoriter dalam sejarah Tiongkok, baik dalam konteks sosial maupun budaya.
”Tapi bersamaan dengan kritiknya yang keras itu, Zhang masih memiliki simpati dan belas kasihan untuk semua makhluk hidup yang tersiksa dalam pusaran waktu dan siklus sejarah. Ia mengungkapkan simpatinya itu dengan menyalahkan kebutaan bawaan, ketundukan, dan ketidaktahuan dalam ketidaksadaran kolektif bahwa menjadi kaki tangan otokrasi adalah bagian dari kejahatan manusia,” bebernya.
Ia melanjutkan, dalam karya seninya, Zhang mengambil sumber kegelisahan masyarakat yang tertekan, baik secara sosial, politik, dan budaya. ”Namun sekaligus mempertanyakan nasib akhir dan paradoks eksistensial umat manusia jika hal semacam itu terus dilakukan. Akankah kehancuran manusia akan terjadi, atau justru kedamaian akan terwujud?” ucap sang kurator menutup narasi wawancara. (any)
#LindaGallery
#seni
#ZhangLinHai
#Twilight of The Gods
#arts