Jakarta-Artificial Intelligence atau yang biasa disingkat AI telah menjadi salah satu topik yang sering dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Tidak hanya di negara-negara maju, teknologi AI juga semakin berkembang di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Perkembangan Teknologi AI di Dunia Teknologi AI telah memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Mulai dari kendaraan otomatis (autopilot), sistem pengenalan suara, chatbot, hingga pemanfaatan AI untuk pengobatan dan deteksi penyakit. Perkembangan AI tidak hanya berdampak pada sektor teknologi, tetapi juga sektor lain seperti ekonomi, budaya, dan sosial.
Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, dan Korea Selatan, pengembangan teknologi AI telah menjadi prioritas pemerintah. Pemerintah Amerika Serikat membangun beberapa kawasan riset AI, seperti Silicon Valley dan Boston. Bahkan, pemerintah Amerika Serikat telah mengalokasikan dana sebesar 2,2 miliar dolar AS untuk pengembangan teknologi AI. China juga sama, mereka mengalokasikan anggaran sebesar 15 miliar yuan untuk pengembangan teknologi AI pada tahun 2017. Korea Selatan, pada tahun 2019, baru saja mengumumkan rencana untuk mengalokasikan 1,7 triliun won untuk pengembangan AI.
Sementara itu, perkembangan Teknologi AI di Indonesia Penggunaan teknologi AI di Indonesia mulai berkembang pada beberapa sektor, di antaranya adalah e-commerce, perbankan, pertanian, kesehatan, dan sektor publik. Banyak perusahaan di Indonesia mengembangkan teknologi AI untuk meningkatkan kualitas layanan mereka dan melayani pelanggan dengan lebih baik.
Baca juga: Hadirkan Kitchen Set Enamel Premium, Takara Standard Siap Masuk Pasar Tanah Air
Terkait hal itu, AC Ventures, perusahaan modal ventura terkemuka di Asia Tenggara, bekerja sama dengan Boston Consulting Group (BCG) dan unit desain serta teknologi BCG X, serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia), meluncurkan laporan komprehensif yang berjudul “Harnessing the Power of (Gen)AI in Indonesian Financial Services.” Studi ini didasarkan pada survei terhadap 41 pemimpin bisnis institusi keuangan dan wawancara dengan lima startup fintech.
Laporan ini memunculkan wawasan penting mengenai adopsi dan dampak AI serta GenAI di sektor layanan keuangan Indonesia. Laporan ini memberikan rekomendasi strategis bagi para pemimpin bisnis di sektor swasta untuk menerapkan teknologi ini dalam produk dan operasional mereka. Laporan ini juga mencatat saran kunci dari Kadin Indonesia untuk pemerintah Indonesia seiring transisi ke pemerintahan baru dan mengejar pengembangan AI nasional untuk kepentingan negara.
Inti dari temuan laporan ini adalah kerangka kerja strategis multilateral “Deploy, Reshape, Invent,” yang membimbing institusi keuangan Indonesia tentang cara mengintegrasikan GenAI secara efektif untuk memaksimalkan manfaatnya. Responden memprioritaskan ‘deploying’ dan ‘inventing’ dibandingkan dengan ‘reshaping’ proses internal, dengan 51% fokus pada penerapan GenAI untuk tugas sehari-hari dan 27% melihat peluang besar dalam menciptakan produk dan layanan baru yang didukung oleh GenAI.
Baca juga: Indibiz Health Komit Bantu Transformasi Teknologi Digital Layanan Kesehatan
Studi terpisah dari BCG menemukan bahwa 85% institusi keuangan menganggap GenAI sebagai teknologi yang sangat mengganggu, namun hanya 18% yang memiliki strategi yang jelas untuk penerapan internal. Kesenjangan ini menyoroti peluang penting bagi sektor layanan keuangan Indonesia untuk memposisikan dirinya di garis depan inovasi GenAI.
Di Indonesia, 61% institusi keuangan merasa yakin dengan infrastruktur teknologi mereka yang diperlukan untuk mengintegrasikan GenAI, terutama dalam konteks data dan sistem teknologi yang kokoh. Hampir setengah dari pemimpin sektor lokal mengklaim sudah memanfaatkan GenAI untuk meningkatkan layanan pelanggan, dengan sepertiga di antaranya melaporkan manfaat yang terlihat. Selain layanan pelanggan dan microlending, empat area lain di mana GenAI dianggap bermanfaat di industri ini meliputi produktivitas, pinjaman cepat, manajemen penipuan, dan personalisasi yang sangat tepat.
Seiring dengan meluasnya penggunaan GenAI, bank-bank besar dan institusi keuangan Indonesia sedang mengembangkan inisiatif terkait dari tahap pilot menjadi proyek yang dapat diskalakan. Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk memperluas akses dan inklusi keuangan tetapi juga memastikan kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang ketat di Indonesia.
Meskipun antusiasme terhadap kemampuan GenAI tinggi, banyak institusi keuangan Indonesia masih berada di tahap awal penerapan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa sementara 41% responden sedang menjalankan proyek percontohan GenAI dan uji coba konsep, memperluas penggunaan tersebut untuk memberikan nilai bisnis yang substansial masih menjadi tantangan. Agar penerapan GenAI berhasil, kesiapan bisnis perlu sejalan dengan kesiapan teknologi.
“Potensi (Gen)AI di sektor keuangan Indonesia sangat jelas – teknologi ini dapat memperluas akses keuangan, meningkatkan pengalaman pelanggan, dan memfasilitasi perluasan layanan yang cepat, di antara kemungkinan lainnya. Temuan kami menunjukkan bahwa teknologi ini telah diadopsi dengan cepat oleh baik institusi keuangan besar maupun perusahaan fintech. Namun, banyak inisiatif masih berupa proyek percontohan yang dipimpin oleh teknologi dan belum berhasil menghasilkan nilai bisnis nyata dalam skala besar,” kata Andy Lees, Managing Director and Partner di BCG X di Jakarta, Rabu (14/8/2024)
Laporan tersebut memberikan berbagai seruan untuk para pemimpin bisnis, menekankan pentingnya pendekatan strategis dan holistik dalam integrasi GenAI. Dengan fokus pada elemen-elemen dasar seperti tata kelola, teknologi, sumber daya manusia, dan proses operasional, institusi keuangan Indonesia tidak hanya dapat mengatasi tantangan, tetapi juga memimpin perlombaan GenAI, mengubah tantangan menjadi peluang untuk pertumbuhan dan inovasi.
Pendiri AC Ventures dan Kepala Badan Ekonomi dan Financial Technology Kadin Indonesia, menjelaskan, dengan pemerintahan yang akan datang berencana membangun Kedaulatan Digital (Sovereign AI), ada dorongan untuk memperbaiki kerangka regulasi dan mempercepat investasi dalam infrastruktur lokal untuk pengembangan GenAI. AI dan GenAI memiliki potensi untuk meningkatkan ekonomi Indonesia dengan mentransformasikan tidak hanya sektor swasta, tetapi juga perusahaan milik negara dan lembaga pemerintah.
“Implementasi yang efektif memerlukan pusat data yang berkelanjutan yang didukung oleh energi terbarukan, undang-undang privasi yang ketat, dan kemitraan publik-swasta yang kuat. Laporan ini memberikan panduan strategis untuk sektor swasta dan publik, sambil menekankan pentingnya keamanan siber untuk melindungi aset data nasional,” imbuhnya.
Pandu menambahkan, laporan ini juga menjadi bahan masukan untuk White Paper Arah Pembangunan dan Kebijakan Bidang Ekonomi tahun 2024-2029 yang tengah disusun oleh Kadin Indonesia. Gunawan Woen, Co-Founder & CEO ESB, platform manajemen restoran SaaS terbesar di Indonesia yang juga merupakan perusahaan portofolio AC Ventures yang telah menerapkan AI, mengatakan, AI telah menjadi pembeda besar dalam ekosistem SaaS ESB, terutama dalam cara mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) di sektor F&B dengan berfungsi sebagai ahli keuangan, konsultan bisnis, analis pemasaran, auditor forensik, dan lain-lain.
“Dari sudut pandang ESB, alih-alih menggantikan pekerjaan, AI menawarkan banyak layanan penting yang sebelumnya tidak terjangkau oleh sebagian besar pemilik bisnis di Indonesia. GenAI, khususnya, telah memainkan peran penting dalam membantu ESB mempercepat implementasi AI khususnya di industri F&B. Kami telah berhasil mengadaptasi Large Language Models menjadi Specific Language Models,” tukasnya.
Pandu menambahkan, Indonesia setidaknya membutuhkan investasi senilai USD20 miliar dalam 24 bulan ke depan atau dua tahun, hanya untuk pembangunan infrastruktur digital berupa pusat data center yang digunakan untuk artificial intelligence (AI). Menurut Pandu, Indonesia butuh data center dengan total kapasitas sebesar dua gigawatt. Di mana, untuk data center yang digunakan AI sama dengan 8 juta megawatt-10 juta megawatt. “Jadi Indonesia butuh minimum aja dalam 24 bulan ke depan paling tidak 2 gigawatt,” imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, investasi ini juga diperlukan untuk menciptakan infrastruktur digital yang mumpuni agar mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. “Maka dari itu, kita harus bisa menarik lebih banyak lagi investasi di Indonesia, dan pembangunan infrastruktur digital ini menjadi satu langkah untuk bisa mencapai angka 8% tadi,” pungkasnya. (any)