Jakarta – Meskipun Hari Valentine telah berlalu, romansa di dunia digital terus berkembang. Namun, di balik kemajuan teknologi, penipuan cinta berbasis internet masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Skema ini tidak hanya semakin canggih, tetapi juga diperkirakan akan meningkat dalam setahun ke depan.
Otoritas Jasa Keuangan Indonesia melaporkan bahwa selama tiga bulan terakhir, modus penipuan digital telah menyebabkan kerugian hingga Rp 700 miliar. Berdasarkan data dari Indonesia Anti Scam Center (IASC), terdapat lebih dari 42.000 pengaduan terkait penipuan ini, salah satunya adalah Love Scam, di mana pelaku menggunakan identitas palsu atau teknologi deepfake untuk memanipulasi korban.
AI dan Batas yang Semakin Samar
Salah satu aspek yang mengkhawatirkan adalah bagaimana kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI) semakin mengaburkan batas antara interaksi manusia dan digital. Chatbot berbasis AI kini mampu meniru percakapan emosional dengan begitu meyakinkan.
Baca juga: Bridestory Market 2025: Pameran Pernikahan Terbesar Hadir dengan Tren ‘Whimsical Meadow’
Sehingga para penipu dapat mengeksploitasi teknologi ini untuk membangun kepercayaan dengan korban. Dari penggunaan identitas buatan hingga percakapan yang terasa autentik, AI semakin menjadi alat dalam skema penipuan daring.
Hasil Survei: AI dalam Romansa Digital
Sebuah survei global yang dilakukan oleh World mengungkapkan bahwa lebih dari satu dari empat responden mengakui pernah menggoda chatbot berbasis AI. Studi yang melibatkan lebih dari 90.000 partisipan dari sembilan negara ini menunjukkan bahwa AI semakin mempengaruhi hubungan sosial, termasuk di Indonesia. Berikut beberapa temuan utama survei:
Baca juga: Bridestory Market 2025: Pameran Pernikahan Terbesar Hadir dengan Tren ‘Whimsical Meadow’
Menggoda AI – 26% responden mengaku pernah menggoda chatbot berbasis AI, baik sebagai hiburan maupun tanpa sadar.
Pentingnya Verifikasi Identitas – 90% responden ingin aplikasi kencan memiliki sistem verifikasi untuk memastikan pengguna adalah manusia nyata.
Kecurigaan terhadap Fake Match – 60% partisipan mengaku pernah mencurigai atau menemukan bahwa pasangan mereka di aplikasi kencan adalah bot atau AI.
Kekhawatiran akan Profil Palsu – 61% responden khawatir bertemu dengan bot atau akun palsu saat menggunakan aplikasi kencan.
Ketidakpercayaan terhadap Sistem Verifikasi – 66% partisipan merasa bahwa aplikasi kencan tidak memiliki langkah yang cukup untuk memverifikasi pengguna manusia.
Interaksi dengan Phishing dan Bot – 21% responden pernah mengalami upaya phishing, 10% berinteraksi dengan bot, dan 15% mengalami keduanya.
Masa Depan Interaksi Digital
Survei ini mencerminkan bagaimana orang semakin nyaman dengan komunikasi berbasis AI, bukan hanya dalam layanan pelanggan, tetapi juga dalam aspek emosional. Di Indonesia, interaksi digital ini berkembang seiring kemajuan AI, dengan chatbot yang semakin canggih dan responsif.
Saat ini, lebih dari 10 juta orang di dunia telah memverifikasi identitas mereka dengan World ID, sebuah teknologi ‘Proof of Human’ dari World yang memastikan keaslian pengguna di internet. Dengan lebih dari 20 juta unduhan aplikasi World, teknologi ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek, termasuk jejaring sosial, aplikasi kencan, hingga sistem pemungutan suara yang lebih transparan.
“Dengan AI yang semakin maju, membedakan antara konten asli dan buatan menjadi semakin sulit. Ini menjadi tantangan dalam hubungan digital, terutama dalam dunia kencan daring,” ujar Wafa Taftazani, General Manager Indonesia di Tools for Humanity. “Proof of Human menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa seseorang berinteraksi dengan manusia asli, bukan bot, guna mencegah penipuan dan melindungi kesehatan mental kita.”
Dengan meningkatnya kecanggihan AI, masyarakat perlu lebih waspada dalam berinteraksi di dunia digital. Kesadaran akan risiko, serta penggunaan teknologi verifikasi identitas, dapat menjadi langkah awal dalam melindungi diri dari ancaman penipuan berbasis AI. (any)



















