Jakarta-Kusta atau lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi, mukosa saluran pernapasan atas, dan mata, serta dapat menyebabkan kecacatan permanen jika tidak ditangani dengan cepat.
Penyebaran kusta di Indonesia masih menjadi tantangan besar. Indonesia merupakan negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Brasil. dr. Ina Agustina Isturini, MKM – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI menjelaskan, per 22 Februari 2025, ada 13.830 kasus kusta baru.
“Sebagian besar memang multibasiler ya, sekitar 90 persen dan masih ada proporsi kasus kusta anak 9,33 persen. Di mana targetnya harusnya kurang dari 5 persen,” ujarnya di acara Media Gathering “Bersama Media Menuju Indonesia Bebas Kusta”, Kamis, 27 Februari 2025.
Baca juga: Survei Global: 1 dari 4 Orang Pernah Menggoda AI, Love Scam Kian Marak
dr Ina menambahkan, di Indonesia sendiri ada 13 provinsi dengan jumlah kasus kusta tertinggi, baik pada kelompok anak maupun dewasa. Yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Papua Tengah, Maluku Utara, Papua Selatan, Papua Barat Daya, Papua Barat dan Papua. Di pulau Jawa, Jawa Timur dan Banten termasuk yang tertinggi.
Kemenkes juga telah berupaya untuk menanggulangi kasus kusta di Indonesia, seperti mengutamakan tindakan preventif, melakukan surveilans, dan tata laksana bagaimana memberikan pengobatan yang tepat. “Pada situasi tertentu, pada daerah yang kasus kustanya sangat luas, kami bisa memberikan POPM (Pemberian Obat Pencegahan Massal). Untuk vaksin sendiri masih proses uji coba di India,” kata dr Ina.
Baca juga: M231 & Geulis: Dari UMKM ke Brand Nasional, Begini Perjalanan Mereka di Industri Fashion
Kemenkes juga mendorong masyarakat untuk tidak lagi memberikan ‘cap’ negatif hingga diskriminasi pada mereka yang mengidap kusta. “Stigma ini besar sekali pengaruhnya, stigma dan diskriminasi ini yang menyebabkan kasus susah ditemukan. Orang (pengidap kusta) jadi bersembunyi, tidak mau terus terang, tidak mau mengambil obat, sehingga terhenti pengobatannya,” tukasnya.
Prof. Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.D.V.E, Subsp.D.T, FINSDV, FAADV, Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dewan Pembina NLR Indonesia, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah seperti NLR, media, dan masyarakat dalam upaya eliminasi kusta. Kesadaran masyarakat tentang kusta, pencegahan, dan pengobatan juga sangat penting untuk mencapai target eliminasi.
Banyak penyakit kulit yang serupa, labtas seperti apakah kusta?
Gejala Kusta:
-Munculnya bercak putih atau merah pada kulit yang mati rasa
-Penebalan saraf yang menyebabkan mati rasa atau kelemahan otot
-Luka yang tidak terasa sakit karena kehilangan sensasi di area yang terkena
-Kelumpuhan atau kecacatan pada jari tangan dan kaki jika tidak ditangani dengan baik
Pengobatan Kusta:
Kusta dapat disembuhkan dengan Multi Drug Therapy (MDT), kombinasi antibiotik yang diberikan secara gratis oleh pemerintah melalui fasilitas kesehatan. Pengobatan ini dapat mencegah komplikasi dan penularan lebih lanjut jika dilakukan sejak dini. “Mitosnya, kusta adalah penyakit keturunan, kutukan, akibat dosa. Padahal faktanya, kusta adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Adapula mitos yang mengatakan bahwa kusta menyebabkan jari tangan dan kaki buntung, sementara fakta sebenarnya, tangan, kaki, mata dapat mengalami disabilitas yang disebabkan luka yang tidak disadari karena mati rasa dan peradangan saraf akut. Adapun Mitos yang mengatakan bahwa kusta merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan adalah salah karena faktanya, dapat disembuhkan, obat juga tersedia,” terangnya.
Peran Media dalam Kampanye Bebas Kusta
Agus Wijayanto, Direktur Eksekutif NLR Indonesia mengatakan, sebagai organisasi yang berfokus pada pemberantasan kusta dan mendukung OYPMK, NLR Indonesia menyadari peran penting media dalam menyebarkan informasi yang valid dan mengedukasi publik. “Media diharapkan berperan sebagai alat advokasi kebijakan yang lebih inklusif serta mendorong partisipasi masyarakat dalam mendukung penghapusan kusta. Oleh karena itu, acara ini bertujuan mempererat hubungan dengan media sekaligus menyampaikan komitmen NLR Indonesia dalam mencapai target Zero Leprosy,” ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, NLR Indonesia meluncurkan Project Zero Leprosy, sebuah inisiatif berbasis kolaborasi, edukasi, dan pemberdayaan komunitas. Program ini bertujuan mengurangi jumlah kasus kusta di Indonesia serta memberikan dukungan kepada OYPMK agar mereka dapat kembali berintegrasi dengan masyarakat tanpa rasa takut akan stigma atau diskriminasi.
Selain itu, dalam upaya edukasi, NLR Indonesia juga memperkenalkan Buku Kusta yang diharapkan menjadi sumber informasi komprehensif mengenai penyakit kusta dan tantangan sosial yang dihadapi oleh OYPMK. Buku ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih mendalam kepada masyarakat serta pemangku kepentingan dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi.
NLR Indonesia berharap semakin banyak media yang terlibat dalam kampanye pemberantasan kusta. Peran media menjadi semakin penting, tidak hanya dalam menyebarkan informasi akurat, tetapi juga dalam mengadvokasi kebijakan yang mendukung penghapusan kusta.
Peringatan Hari NTDs 2025 dan media gathering ini menjadi langkah konkret dalam memperkuat kerja sama antara organisasi, media, dan masyarakat dalam menciptakan Indonesia bebas kusta. Dengan kolaborasi yang erat, diharapkan masa depan tanpa stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK dapat terwujud, serta meningkatkan kualitas hidup bagi mereka yang terdampak oleh kusta. (any)