Jakarta – Bulan ramadan kesempatan ini kembali dijalani di tengah wabah COVID-19 yang menerpa dunia, termasuk Indonesia. Rutinitas untuk dapat bergabung dan bersilahturahmi juga harus diundur untuk menahan penyebaran virus SARS-CoV-2.
Bila umumnya kita dapat mengendalikan agenda untuk berbuka puasa bersama rekan-rekan, sekarang kemungkinan harus ditunda. Apa lagi, bersilahturahmi dengan keluarga di daerah hanya bisa melalui virtual karena pemerintahan larang mudik. Langsung saja, rutinitas baru ini bawa pengubahan pada situasi hati jadi kurang membahagiakan.
Menurut psikiater medis dari Kampus Indonesia, Tara de Thouars, bulan ramadhan di tengah-tengah wabah harus ditempuh dengan masih berpikir positif. Bagaimana triknya ya?
“Dengan bermacam keterbatasaan karena wabah, kita perlu belajar untuk dapat terima kondisi serta lebih mengucapkan syukur, tetapi bukan memiliki arti pasrah. Hidup dipenuhi oleh bermacam pilihan,” papar Tara pada acara virtual bersama Wall’s, belakangan ini.
Selama saat wabah, lanjut Tara, kita bisa memutuskan untuk menyambat, berduka dan mempersalahkan keadaan. Atau kebalikannya, kita dapat membuat bahagia choice, terima kondisi dengan sikap yang positif.
“Mendapati hoby baru, mengontak rekan lama, terkait lewat virtual, atau share sama orang lain,” papar psikiater alumnus Kampus Queensland itu.
Sikap positif
Hal tersebut bisa menumbuhkan sikap positif yang memicu rasa berbahagia ada. Secara teori, kata Tara, berbagi dalam melakukan perbuatan baik bisa memberi penghargaan dalam otak untuk nanti muncul kebahagiaan. Saat badan berbahagia, maka kembali datang dampak ‘ketagihan’ untuk dapat berbagi kembali.
“Maka saat kita melakukan perbuatan baik, otak akan keluarkan hati perasaan baik dan bahagia. Sama dengan memperoleh penghargaan yang selanjutnya akan menggerakkan seorang untuk lakukan tindakan baik selanjutnya,” ucapnya.
Tara menganggap, hubungan memang menjadi salah satu pemicu rasa berbahagia dalam tubuh. Tapi, kembali lagi seperti teori di atas, wabah membuat kita harus cari langkah berhubungan seperti protokol kesehatan.
Tara menjelaskan lima langkah untuk memperlihatkan rasa sayang dan share kebahagiaan dengan sama-sama menurut buku Dr. Gary Chapman. Pertama, bisa menghadiahkan simpel tetapi memiliki makna. Kedua , dapat berbentuk afirmasi seperti kalimat positif, sanjungan, dan semangat.
“Ketiga, berbentuk sentuhan fisik. Tetapi ini harus diakali karena saat wabah tidak dapat asal-asalan merengkuh. Dapat virtual hug, misalnya,” kata Tara.
Selanjutnya, memberi service atau kontribusi yang diperlukan seseorang. Paling akhir, waktu berkualitas yang paling dapat didapat saat buka puasa dengan keluarga di dalam rumah atau virtual berbuka puasa dengan rekan-rekan.
“Sikap melakukan perbuatan baik dan menolong seseorang akan mengaktivasi mesolimbic sistem yang bertanggungjawab pada sisi penghargaan di otak, hingga saat melakukan perbuatan baik pada seseorang, otak akan keluarkan kimiawi hati bahagia,” tutur Tara de Thouars. (cuy)