• Blog
  • Contacts Us
  • Home
  • Home
  • Home
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Instagram
  • My Bookmarks
  • Sample Page
INDOPOS ONLINE
  • Baranda
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Ekonomi
  • Otomotif
  • Olahraga
  • Internasional
  • Video
    • Instagram
  • Bekasi
No Result
View All Result
  • Baranda
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Ekonomi
  • Otomotif
  • Olahraga
  • Internasional
  • Video
    • Instagram
  • Bekasi
No Result
View All Result
INDOPOS ONLINE
No Result
View All Result
Home Nasional

HCC: Pemaknaan Stunting di Indonesia Masih Salah Kaprah

redaksi - by redaksi -
13 Desember 2022 14:19
in Headline, Nasional
0

FOTO Ist

Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta-Stunting masih menjadi isu yang krusial di Indonesia. Meskipun pemerintah gencar memprioritaskan penanganan stunting, namun pemahaman masyarakat terhadap isu ini tampaknya belum memadai.

Penelitian Health Collaborative Center (HCC) mengidentifikasi, terdapat empat pemaknaan stunting yang tidak tepat, kontradiksi daya beli pada pangan bergizi serta perilaku makan. Pertama, responden mempersepsikan bahwa anak tidak rentan terkena stunting pada kehamilan yang kurang gizi, kedua, responden tidak mempercayai bahwa bayi dengan berat lahir rendah rentan terkena stunting, ketiga, responden tidak percaya stunting menghambat perkembangan otak atau kognitif anak, dan keempat, stunting dianggap tidak berhubungan dengan pola asuh orang tua.

“95 persen responden yang terlibat pada penelitian ini pernah mengetahui stunting dan 98 persen diantaranya percaya bahwa stunting terjadi di Indonesia. Ketika mendapatkan informasi tentang stunting, responden merasakan khawatir, takut dan sedih. Sejalan bahwa responden merasa terancam dengan adanya stunting. Namun 50 persen responden masih merasa lebih terancam dengan COVID-19 dibandingkan dengan stunting,” jelas Peneliti utama dan Chairman HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK di Jakarta, Selasa (13/12/2022).

Baca juga: Berikan Perlindungan 360 Bagi Kesehatan Kulit Si Kecil,

Lebih lanjut Ray mengatakan, masyarakat mempercayai bahwa stunting berkaitan erat dengan kehidupan keluarga (1032 dari 1599 atau 65 persen) . Namun, masyarakat tidak mempercayai bahwa stunting dapat disebabkan oleh pola asuh orang tua kepada anak (1014 dari 1646 atau 62 persen). Masyarakat lebih mempercayai bahwa stunting disebabkan karena asupan makanan dan minuman yang diberikan kepada anak (900 dari 1650 atau 54,5 persen). Di lain sisi, masyarakat juga berpendapat bahwa anak rentan terkena stunting karena keluarga tidak mampu membelikan pangan yang bergizi (858 dari 1648 atau 52 persen). “Kondisi tersebut sejalan dengan perilaku pengaturan makan di keluarga yang mana lebih memilih memasak daripada membeli makanan untuk keluarga yakni 1589 dari 1663 atau 95 persen,” katanya.

Persepsi masyarakat tersebut juga dibuktikan dengan pemahaman masyarakat bahwasanya penyebab utama terjadinya stunting adalah pola makan, kemiskinan dan pengetahuan terkait stunting. Sejalan dengan pemahaman responden tentang perilaku yang dianggap dapat mencegah stunting yakni mengatur pola makan yang seimbang untuk anak dan mencari tahu tentang stunting.

Menurut Menteri Kesehatan 2014-2019, Prof Nila Moeleok menyampaikan bahwa pengetahuan dan perspektif atau pemaknaan masyarakat adalah kunci keberhasilan intervensi stunting. Itu sebabnya peningkatan kapasitas pengetahuan Kesehatan terutama terkait stunting perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan semua pihak, agar target 14 persen penurunan stunting dapat tercapai.

Dalam mencegah stunting, masyarakat menganggap bahwa ini adalah peran dari masing-masing keluarga dengan tentunya dukungan penuh dari pemerintah. Kepercayaan masyarakat terhadap hal ini menjadi peluang baik bagi pemerintah untuk dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang tepat pada upaya pencegahan stunting. Masyarakat menilai bahwa peran yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah upaya terkait dengan edukasi tentang gizi dan stunting serta pola makan yang tepat, memastikan ketersediaan bahan makanan bergizi serta menyediakan layanan Kesehatan untuk anak yang dapat terakses. Masyarakat memiliki harapan penuh terhadap pemerintah untuk dapat menyediakan lingkungan yang mendukung dan memampukan masyarakat untuk memiliki persepsi yang tepat dan berperilaku positif.

Secara khusus, kelompok masyarakat perempuan yang berpartisipasi pada penelitian ini menilai bahwa pengasuhan Kesehatan anak seharusnya adalah tugas kedua orang tua, ibu dan bapak yang perlu dilibatkan pada program-program Kesehatan di posyandu maupun puskesmas. Sebagaimana disebutkan bahwa masyarakat paling banyak mengetahui tentang stunting dari bidan.

Baca juga: Lippo Cikarang Luncurkan Hunian Baru “Newville”

Oleh karena itu, HCC mengusulkan:

1.Program edukasi stunting yang melibatkan kedua orang tua (ibu dan bapak) .
2.Memperkuat konten edukasi stunting terkait bahaya serta cara mencegah stunting secara lebih spesifik dengan pembagian peran antara ibu dan bapak.
3.Kampanye gizi seimbang, stunting dan pola asuh orang tua sebagai satu kampanye terintegrasi
4.Menjadikan bidan sebagai agent of change dalam edukasi gizi dan pola makan yang seimbang dalam 1000 HPK
5.Memastikan adanya program terintegrasi untuk penyediaan pangan yang bergizi dan terakses bagi seluruh kalangan masyarakat
6.Memastikan adanya layanan posyandu, puskesmas yang dapat terakses oleh keluarga.

Research associate Bunga Pelangi, MKM memberikan enam indikator pemaknaan negatif tentang stunting temuan penelitian ini yaitu: responden tidak setuju stunting disebabkan faktor kurang gizi, stunting tidak berhubungan dengan ketidakmampuan membeli pangan sumber gizi, stunting bukan kondisi medis serius, dan stunting tidak memengaruhi kondisi keluarga.

Menurut Dr Ray, penelitian dengan menggunakan Health Belief Model pihaknya menunjukkan bahwa temuan indikator pemaknaan terhadap stunting yang kontradiktif memiliki nilai persentase yang signifikan, artinya kesalahpahaman masyarakat terhadap apa dan bagaimana dampak stunting secara tegas dan sangat nyata bertentangan dengan pengetahuan kesehatan yang sebenarnya menjadi dasar untuk penanganan stunting dan bahkan sudah dikomunikasikan lewat beragam program edukasi dan kampanye kesehatan yang masif baik oleh pemerintah maupun berbagai pihak.

Bahkan ketika dilakukan analisis lanjutan, Dr Ray melihat konsistensi antara pemaknaan stunting terhadap persepsi, keenam indikator yang salah kaprah ini juga konsisten dengan perceptive barrier dari responden. “Terlihat dari hasil 22 persen responden tidak setuju bahwa stunting adalah ancaman kesehatan, 10% responden tidak setuju dampak stunting akan berat untuk anak dan negara, bahkan dikaitkan dengan masa pandemi lebih dari 40 persen responden meyakini bahwa selama pandemi, ancaman Covid-19 jauh lebih serius dibanding stunting. Ini menunjukkan bahwa faktor-faktor terkait seberapa efektif masyarakat menerima informasi dan edukasi tentang stunting diduga masih belum optimal,” tukas staf pengajar di Kedokteran Komunitas FKUI itu.

Dari aspek metode, research associate HCC Bunga Pelangi menjelaskan, kesan kontradiksi pemaknaan stunting dari penelitian HCC ini diduga berkaitan dengan adanya perbedaan seriousness perspective dari responden sebagai perwakilan masyarakat terkait pengatahuan dasar tentang stunting, definisi, penyebab, penanganan hingga sumber informasi tentang stunting.

Menurut Bunga, metode HBM yang kami pakai meskipun secara parsial dapat mendeteksi potensi kesenjangan sumber dan ketepatan informasi termasuk pihak-pihak sumber informasi. “Sehingga ini menjadi panduan bagi strategi edukasi tentang stunting agar lebih menyasar pengetahuan mendasar tentang stunting,” ungkapnya.

Lebih lanjut Dr Ray dan Bunga menegaskan temuan studi HCC tentang pemaknaan stunting ini dapat mewakili kondisi faktual di masyarakat Indonesia terkait seberapa seriusnya masyarakat menilai dampak stunting untuk masa depan bangsa. “Hipotesis lanjutan kami adalah efektifitas edukasi terkait stunting di masyarakat Indonesia masih menyisakan celah untuk dimantapkan, mengingat masyarakat tidak benar-benar memaknai bahwa stunting ini adalah ancaman serius terhadap anak Indonesia bahkan terhadap masa depan bangsa,” ujar Ray yang sering memberi edukasi lewat Instagram @ray.w.basrowi ini.

Penelitian ini kemudian mengajukan potensi rekomendasi terkait pemantapan pemahaman masyarakat terkait stunting. Diantaranya perlu ada penyegaran konsep komunikasi stunting yang berorientasi dampak serius dari stunting serta bagaimana stunting ini sebenarnya bisa dicegah sejak awal. Penting juga untuk memantapkan metode edukasi stunting dengan pembahasaan yang sederhana dan sebanyak mungkin menggunakan pola seperti edukasi protocol selama pandemic yang menggunakan kekuatan media sosial.

Temuan Penting Penelitian Pemaknaa Stunting HCC

Indikator Kontradiktif
•5 dari 10 (50 persen) responden tidak percaya / tidak setuju bahwa stunting bisa menghambat kognitif anak.
•4 dari 10 (44 persen) responden tidak setuju bahwa risiko dan penyebab stunting karena faktor kurang nutrisi dari makanan
•6 dari 10 (57 persen) responden tidak yakin bahwa anak risiko stunting berhubungan dengan pola asuh
•5 dari 10 (47 persen) responden menyatakan bahwa risiko stunting bukan karena ketidakmampuan membeli pangan bergizi
•4 dari 10 (35 persen) responden menegaskan bahwa stunting bukan penyakit atau kondisi medis yang serius
•2 dari 10 (16 persen) responden tidak yakin bahwa stunting bisa berpengaruh buruk bagi kondisi keluarga secara keseluruhan
Demografi Responden
•1676 responden, 79 persen perempuan dan 21% laki-laki
•Berasal dari 31 Provinsi, terdapat 6 provinsi terbanyak yang ikut serta dalam survey, yakni Jawa Barat (27,9 persen), Jawa Timur (14,2 persen), Jawa Tengah (13,1 persen), DKI Jakarta (10,4 persen) dan Banten (7,3 persen) dan DIY (3,3 persen)
•Pendidikan terakhir dari responden adalah SMA/Sederajat (63 persen), Strata/Sarjana (20 persen), Diploma (9,7 persen).
•Responden terbanyak berperan sebagai seorang ibu dan istri (67,8 persen), berusia 20-35 tahun, belum menikah (14,5 persen) serta seorang bapak dan suami (12 persen). (any)

 

Tags: indoposindoposonlinestunting
Previous Post

Proyek Kolaborasi Amartya NFT Gandeng Iwan Tirta

Next Post

Berbagi Rahasia Ruam Popok Bersama Dokter, MAKUKU 12.12 Live Shopping Diramaikan Artis Terkenal

redaksi -

redaksi -

Related Posts

Megapolitan

Jabatan Dirtek TP Sebentar Lagi Kosong, Open Bidding Belum Dibuka, Kok Bisa?

2 Juni 2025 10:17
Megapolitan

Wow! Tiba-tiba Netizen Singgung Pungli di Bekasi Utara, Ada Apa?

31 Mei 2025 17:36
Megapolitan

OJK dan Bank DKI Kolaborasi Wujudkan Pulau Seribu Digital Island

28 Mei 2025 18:55
Megapolitan

Bank DKI Sikapi Proses Hukum Terkait Kredit ke PT Sritex

22 Mei 2025 13:28
Megapolitan

LPCK Umumkan Susunan Dewan Komisaris dan Direksi Baru di RUPST 2025

21 Mei 2025 19:37
Megapolitan

Pejabat Bekasi Dijebloskan ke Penjara Atas Dugaan Korupsi Alat Olahraga

15 Mei 2025 21:44
Next Post

Berbagi Rahasia Ruam Popok Bersama Dokter, MAKUKU 12.12 Live Shopping Diramaikan Artis Terkenal

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Trending
  • Comments
  • Latest

Baru Buka di Pondok Indah Mall 1, Main Asik di Kidzlandia Yuk!

11 Februari 2023 13:30

Pemilu 2024, Novel Siap Menangkan Partai Golkar

17 Januari 2023 16:19

Pameran Indonesia Asean Stationery & Gift Expo Siap Digelar di Jiexpo

5 September 2024 00:00

Dua Parfum Baru dari Braven, Bikin Pria Makin Percaya Diri

16 Juli 2024 17:40
Istri Terduga Teroris Diamankan Densus 88 di Bandung

Istri Terduga Teroris Diamankan Densus 88 di Bandung

0

Jabatan Dirtek TP Sebentar Lagi Kosong, Open Bidding Belum Dibuka, Kok Bisa?

0
23 Orang Terduga Teroris Diamankan Terkait Bom Makassar

Penyidikan di Tingkat Polsek Dihentikan, Begini Kata Mabes Polri

0
Akankah Kurikulum Agama di Kampus Diubah, Begini Penjelasan PBNU

Akankah Kurikulum Agama di Kampus Diubah, Begini Penjelasan PBNU

0

Jabatan Dirtek TP Sebentar Lagi Kosong, Open Bidding Belum Dibuka, Kok Bisa?

2 Juni 2025 10:17

Wow! Tiba-tiba Netizen Singgung Pungli di Bekasi Utara, Ada Apa?

31 Mei 2025 17:36

OJK dan Bank DKI Kolaborasi Wujudkan Pulau Seribu Digital Island

28 Mei 2025 18:55

Bank DKI Sikapi Proses Hukum Terkait Kredit ke PT Sritex

22 Mei 2025 13:28

Beritaa Terkini

Jabatan Dirtek TP Sebentar Lagi Kosong, Open Bidding Belum Dibuka, Kok Bisa?

2 Juni 2025 10:17

Wow! Tiba-tiba Netizen Singgung Pungli di Bekasi Utara, Ada Apa?

31 Mei 2025 17:36

OJK dan Bank DKI Kolaborasi Wujudkan Pulau Seribu Digital Island

28 Mei 2025 18:55

Bank DKI Sikapi Proses Hukum Terkait Kredit ke PT Sritex

22 Mei 2025 13:28
INDOPOS ONLINE

Follow Us

  • Baranda
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Ekonomi
  • Otomotif
  • Olahraga
  • Internasional
  • Video
  • Bekasi

© 2023 indoposonline.com

No Result
View All Result
  • Baranda
  • Nasional
  • Megapolitan
  • Ekonomi
  • Otomotif
  • Olahraga
  • Internasional
  • Video
    • Instagram
  • Bekasi

© 2023 indoposonline.com