Jawa Barat—Tak hanya orang dewasa, saat ini penggunaan smartphone juga tak bisa lepas dari genggaman anak-anak. Bak dua mata pisau, kemajuan teknologi ini bisa berdampak positif tapi juga negatif. Nah, masih dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital di Jawa Barat.
Tema yang diangkat adalah “Aman di Ruang Digital: Waspada Penggunaan Smartphone pada Anak” dengan menghadirkan narasumber kreator konten parenting Radinta Btari Aphrodita; praktisi digital parenting Ismaili; serta Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UNPI Astri Dwi Andriani.
Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3,49 dari skala 5.
Baca juga: Lewat InCommunities, Habitat Indonesia dan AWS Dorong Pengembangan Masyarakat Karawang
Dalam merespons hal tersebut, Kemenkominfo menyelenggarakan “Workshop Literasi Digital” dengan materi yang didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.
Ismaili menjelaskan, perkembangan teknologi digital di seluruh dunia berkembang sangat masif. Di Indonesia, sekitar 77% penduduk Indonesia atau setara dengan 210 juta orang sudah bisa mengakses internet.
Berdasar sebuah survei pada Februari 2022, dalam sehari, penduduk Indonesia mengakses internet rata-rata selama 8 jam 36 menit. Dari durasi tersebut, mengakses media sosial adalah yang terbanyak selama 3 jam 17 menit. “Tugas orang tua mempersiapkan anak menghadapi zamannya. Sudahkah kita mempersiapkan anak untuk menghadapi era digital dan era berikutnya?” ungkap Ismaili.
Ia mengakui bahwa teknologi internet lewat ponsel cerdas memberi sejumlah manfaat kepada anak-anak, misalnya merangsang perkembangan motorik, melatih kemampuan berpikir, serta merangsang anak berpikir kreatif. Namun, sebaliknya, ada pula sejumlah dampak negatif penggunaan ponsel cerdas yang berlebihan pada anak-anak. “Contoh dampak buruknya adalah anak sering menahan lapar dan haus, mata mudah lelah, gampang sekali kehilangan konsentrasi, menghambat perkembangan fisik, dan bisa menyebabkan masalah pada jam atau kualitas tidur anak-anak,” ujarnya.
Kepada orangtua, ia menyarankan perlunya pendampingan pemakaian ponsel cerdas oleh anak-anak. Orangtua juga perlu mengarahkan dan membimbing bagaimana mengakses internet secara bijak dan bermanfaat. Selain itu, antara anak dan orangtua perlu dibuat kesepakatan mengenai durasi menggunakan ponsel cerdas agar tidak mengganggu aktivitas belajar maupun jam istirahat anak.
Baca juga: Di Inwed 2023, Dubes Australia Penny Williams PM Dorong Kesetaraan Gender
Sementara itu, Radinta Btari Aphrodita menjelaskan pentingnya pendampingan orangtua kepada anak di saat mereka mengakses internet lewat ponsel cerdas. Menurutnya, banyak sekali keluhan orangtua terhadap perilaku anak-anak mereka setelah menyaksikan konten di media sosial lewat ponsel cerdas. Ada anak yang memiliki rasa takut berlebihan setelan menonton film horor, maupun anak yang meniru sikap jahil dari konten yang ia tonton sebelumnya.
“Lalu, seberapa penting pendampingan internet sejak dini? Untuk anak usia 2-3 tahun, screen time tidak boleh lebih dari 1 jam. Semakin kurang, semakin baik. Adapun untuk anak usia 1-2 tahun, screen time sangat tidak dianjurkan dalam bentuk menonton TV, video, ponsel, atau di komputer,” ucapnya.
Sementara untuk anak usia sekolah, yaitu 6-12 tahun, screen time sebaiknya tidak lebih dari 90 menit per hari. Apabila ada pembelajaran jarak jauh (PJJ), sebaiknya dibicarakan dengan pihak sekolah agar tidak melebihi waktu 1,5 jam dalam sehari. Pelaksanaan screen time sebaiknya harus konsisten dan dibutuhkan ketegasan orangtua.
“Mengapa harus didampingi? Sebab, banyak konten di internet yang tidak sesuai dengan usia anak-anak. Selain itu, ada potensi bahaya kejahatan siber di internet, seperti cyberbullying, atau kejahatan seksual pada anak-anak. Ini yang patut diwaspadai sehingga dibutuhkan pendampingan,” katanya.
Adapun Astri Dwi Andriani menegaskan mengenai pentingnya penerapan etika pada anak yang sedang mengakses internet. Etika tersebut, atau yang disebut netiket, adalah tata krama dalam menggunakan internet.
Harus disadari oleh anak bahwa berinteraksi dengan orang lain di dunia maya adalah sama halnya berinteraksi dengan orang lain di alam nyata. “Waspadai konten negatif di internet, seperti judi online, konten yang melanggar kesusilaan, penghinaan, perundungan siber, penyebaran berita bohong, maupun ujaran kebencian,” tuturnya.
Workshop Literasi Digital ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dapat diakses melalui website literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo. (any)