JAKARTA-Jelang akhir tahun, G3N Project x Studio Jeihan menggelar “Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian” di Museum Puri Lukisan Ubud, Bali. Pameran tunggal tersebut rencananya digelar hingga 5 Januari 2024 mendatang.
Karena talenta sang seniman dan karyanya yang menakjubkan, G3N Project x Studio Jeihan tak ragu membawa 64 karya Jeihan ke Bali, agar mudah dinikmati kolektor seni dalam dan luar negeri. Pameran tunggal karya Jeihan dibuka dengan penuh kemeriahan dan disambut antusiasme kolektor dan masyarakat seni di Bali.
Hal itu terlihat dari deretan papan bunga berisi ucapan selamat untuk pembukaan “Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian” dari dalam dan luar negeri yang berjejer rapi, mulai dari pelataran Museum Puri Lukisan Ubud, hingga ke dalam tempat acara. Sambutan yang meriah dan ucapan selamat yang membanjiri pameran tunggal karya Jeihan itu bukan tanpa alasan.
Baca juga: Telkomsel dan WeTV Hadirkan Eksklusif Langganan WeTV VIP Mobile
Pasalnya, Jeihan bukan seniman sembarangan. Sosok pelukis figuratif itu dikenal luas masyarakat seni dalam dan luar negeri karena karya-karyanya yang luar biasa.
Sang maestro merupakan salah satu sosok penting dalam perjalanan sejarah seni rupa Indonesia modern. Tidak diragukan, karya-karyanya tak hanya dikoleksi kolektor seni Tanah Air, tapi juga mancanegara.
Konsistensi melukis selama 50 tahun lebih dengan tehnik dan ciri khas figur “mata hitam” milik Jeihan sudah teruji oleh waktu dan menjadi koleksi wajib kolektor seni. Pameran tersebut dihadiri kolektor seni dan dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha.
Seluruh lukisan karya Jeihan yang merupakan koleksi dari G3N Project dan koleksi dari kolektor seni Daniel Jusuf itu tertata dengan rapi dan runtut, mulai dari karya terlama Jeihan sekitar tahun 1950-an, hingga yang terbaru karya 2016.
“Kami menyebutnya, pameran retrospektif, dimana kita bisa melihat karya Jeihan di era sebelum figur dengan “mata hitam” muncul. Ini sekaligus menjawab keraguan banyak orang, yang mengira jika tokoh “mata hitam” atau “black eye” yang menjadi ciri khas Jeihan muncul karena ketidakmampuan Jeihan mengekspresikan objek lukisnya lewat mata,” terang General Manager G3N Project Andry Ismaya Permadi, disela-sela pembukaan pameran, Minggu (10/12/2023).
Dalam pameran tunggal dengan 64 karya terbaik Jeihan tersebut, G3N Project tidak lupa turut menyumbangkan satu karya sang maestro untuk Museum Puri Lukisan Ubud. Lukisan cat minyak dengan dimensi 98 cm x 80 cm karya 1969 itu diserahkan langsung kepada Penglingsir Puri Agung Ubud Tjokorda Gde Putra Sukowati untuk disumbangkan kepada Museum Puri Lukisan Ubud.
Kolektor seni Daniel Jusuf berharap, pemberian satu buah karya Jeihan itu mampu menambah koleksi berharga di Museum Puri Lukisan Ubud. Apalagi, Jeihan sendiri merupakan seniman lukis yang sangat penting dalam perjalanan seni rupa modern di Indonesia.
“Rasanya, tidak lengkap jika kolektor seni belum memiliki lukisan karya Jeihan. Sebab, hanya segelintir seniman yang mampu mempertahankan ciri khasnya di berbagai zaman,” imbuh Daniel.
Baca juga: Jukir Foodcourt 88 Diduga Dianiaya Oknum TNI
Anak kedua Jeihan yang juga mengikuti jejak sang ayah sebagai seniman, Azasi Adi, menambahkan, kebanyakan seniman sering kehilangan ciri khas jika berhadapan dengan pasar. Banyak seniman dengan mudah ikut arus tren, menanggalkan idealisme, untuk memuaskan kebutuhan pasar, yang ujung-ujungnya bicara soal periuk nasi.
“Bapak saya satu dari segelintir seniman yang bertahan dengan ciri khas, style melukisnya selama 50 tahun hingga tutup usia. Bapak saya pandai mempengaruhi orang, pandai “berdagang”, mungkin karena beliau berdarah Tionghoa ya. Jadi, Bapak itu menjual karya-karyanya sendiri tanpa bantuan dari galeri seni. Lama-lama pasar “dipaksa” menerima karya beliau, bukan beliau yang mengikuti maunya pasar. Itulah hebatnya Bapak,” pujinya, mengenang sosok sang ayah yang memiliki nama Tionghoa Lim Tjeng Han itu.
Ciri khas sosok “mata hitam” Jeihan, yang juga menjadi lukisan pertama yang dilihat pengunjung di Museum Puri Lukisan Ubud berjudul “Aku”, adalah sebuah potret diri Jeihan yang melukis dirinya dengan selaput mata hitam kelam. Lukisan tersebut dibuat saat Jeihan masih menjadi mahasiswa seni rupa di Institut Teknologi Bandung pada 1963.
Lukisan inilah yang membuat Jeihan dikenal sebagai pelukis figur manusia bermata hitam. “Mata hitam” khas Jeihan merupakan metafora penting yang bisa dimaknai dengan berbagai cara. Mata hitam bisa memberi kesan pandangan yang dingin, hampa, dan nyaris tanpa harapan. Sosok “mata hitam” juga bisa dimaknai sebagai mata batin, menyemburkan aura mistik dalam karya-karya Jeihan.
Jeihan di Mata Kurator Seni Rupa Indonesia Jean Couteau
Bagi Jean Couteau, Jeihan merupakan salah satu maestro lukis Indonesia yang berhasil “mendobrak” pakem yang umum lahir di era itu. Ia tidak terjebak pada karya yang memfokuskan diri pada “identitas kelompok”, seperti yang dilakukan seniman di masa itu, di era menuju kemerdekaan.
Jeihan dinilai unik, karena mampu menterjemahkan situasi politik saat itu, dengan konsep yang tak biasa. Sang seniman yang tutup usia pada 2019 lalu itu, tidak “terbawa arus” seperti pelukis lain kala itu yang mengangkat problematika politik, antusias memotret euforia kemerdekaan, sikap antipenjajah, dan karya yang menonjolkan spirit membangun persaudaraan, bahkan karya yang mengajak masyarakat untuk merayakan kebebasan sebagai bangsa merdeka.
“Jeihan tidak memiliki antusiasme yang sama dalam mengekspresikan jiwa kolektif ini. Karena keyakinannya untuk menterjemahkan pemikirannya yang unik, kita jadi bisa mendapatkan satu gambaran yang berbeda tentang seni rupa Indonesia, hari ini,” puji Kurator Seni Rupa Indonesia Jean Couteau, dalam pembukaan “Solo Exhibition: Jeihan and The New Indonesian”.
Bagi Jean, karya Jeihan seperti ada di babak yang berbeda, meski lahir di era kemerdekaan. Sang kurator menarik sedikit ke belakang, mengajak pengunjung dan kolektor seni melihat masa kecil sang maestro lukis.
“Jeihan mengalami hidup di zaman perang. Ia bahkan pernah koma saat berusia sekitar 4 tahun akibat kecelakaan hebat yang dialami di rumah salah seorang kerabatnya. Jeihan kecil yang mengalami cedera kepala hebat harus menarik diri dari pergaulan dan bahkan putus sekolah,” kisah Jean.
Bukan berarti Jeihan tidak punya teman. “Bukan terasing, tapi seringkali mengasingkan dirinya. Ia seperti memiliki pemahaman sendiri mengenai dunianya saat itu. Seperti melihat kemiskinan namun tidak pernah merasa harus mengintip ke dalamnya,” ulas Jean lagi.
Jadi, lanjutnya, sejak kecil Jeihan memang sudah menjadi sosok yang “nyeleneh”, suka memberontak. Karena itu, Jean justru menilai Jeihan sebagai maestro lukis yang brilian.
Berani melawan arus di masanya, namun berhasil memotret jiwa-jiwa individu yang muncul sebagai jati diri otonom.
“Dengan tampilan “mata hitam”, Jeihan justru mampu memotret sisi misteri yang sulit digapai individu lain,” urainya. Jeihan membuat potret, yaitu lukisan yang bertujuan untuk merepresentasikan orang, modelnya, tetapi dengan cara yang sangat khas.
Kebenaran dari orang-orang yang ia wakili tidak hanya berasal dari fitur mereka, tetapi juga dari pertanyaan yang ditimbulkan oleh mata mereka, atau biasanya kekurangan mereka. “Mata mereka sering kali kosong, yang alih-alih berfokus pada aspek fisik orang tersebut, membuat kita mempertanyakan kepribadiannya dan bahkan, pada tingkat yang lebih dalam, jiwanya,” imbuhnya lagi.
Bahkan, ia menyebut, karya Jeihan seringkali disandingkan dengan Amedeo Modigliani. Seorang seniman Prancis terkenal keturunan Swiss-Italia, yang melukis potret oval dengan mata yang dalam dan sebagian kosong untuk menyampaikan, menurut klaimnya, konsep misteri manusia.
“Tetapi jeihan melangkah lebih jauh. Dalam potret Jeihan, mata biasanya berwarna gelap, sering kali hitam atau biru tua, dan secara khusus lebih besar. Tidak seperti Modigliani, karakteristik khas mata menghilang sama sekali. Alih-alih mata, kita melihat bintik-bintik hitam yang tidak memiliki hubungan dengan kenyataan,” papar Jean panjang lebar.
Apakah ini berarti bahwa Jeihan memiliki pandangan pesimis tentang kemanusiaan? Jean menyebut, mungkin kadang-kadang dapat diasumsikan seperti itu, tetapi sering kali dapat dikatakan bahwa manusia, sebagai individu, adalah makhluk yang tidak dapat diketahui sepenuhnya.
“Kita dapat mencoba memahami atau berspekulasi tentang seseorang, tetapi selalu ada misteri di dalam diri mereka yang tidak dapat kita tembus dan oleh karena itu tidak dapat diungkap,” tutupnya, mengenai karya-karya sang maestro lukis Indonesia modern, Jeihan. (any)