Tarakan — Pemanfaatan internet, terutama media sosial, yang kian masif patut menjadi kewaspadaan orang tua terhadap keamanan anak-anak mereka. Sayangnya, dalam sejumlah survei, orang tua justru jarang membicarakan bahaya dan potensi kejahatan di internet bersama anak mereka.
Hal itu diingatkan dalam webinar bertajuk “tema “Bagaimana Teknologi Informasi Akan Mengubah Masa Depan”, di Tarakan, Kalimantan Utara. Acara yang dimoderatori Nazlia Tiffany itu menghadirkan narasumber Videografer Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian Ahmad Fatin Ilfi S.Psi; Pengamat Media Sosial Komunikonten & CEO Global Influencer School Hariqo Wibawa Satria M.HI; Relawan TIK Bandar Lampung sekaligus Jawara Internet Sehat 2022 Aliy Hafiz S.Kom M.T.I.
Dalam webinar itu, Hariqo mengingatkan, berdasarkan hasil survei sebagian besar para orang tua jarang yang membicarakan bahaya dan potensi kejahatan internet bersama anaknya. Padahal, hal tersebut merupakan jurus jitu untuk menangkal anak-anak dari paparan negatif internet dan media sosial, seperti cyberbullying, pelecehan, penipuan, serta kejahatan lain di dunia internet. Selain itu, para orang tua juga harus mampu mengajarkan etika kepada anak-anaknya dalam menggunakan internet dan media sosial, sehingga si anak tetap dapat menjaga kesopanan di dunia maya.
Baca juga: Bulan Imunisasi Anak Indonesia (BIAN) 2022, Yuk Ajak Anak Imunisasi Lengkap
“Para orang tua mulailah mengobrol dengan dengan anak-anak tentang keamanan online. Mungkin kalau dahulu kita sering bilang hati-hati ya nak, kata-kata hati-hati ini yang perlu kita dalami lagi. Sejauh mana kesiapan orang tua untuk membolehkan anak-anaknya bermain media sosial. Indikatornya, selama anak-anak masih sering curhat ke orang tua, berarti sukses dalam pola pendidikannya,” jelasnya, dikutip Rabu (6/7/2022).
Aliy Hafiz menambahkan, dalam penggunaan internet terdapat istilah virtual private network (VPN), atau yang berarti jalur khusus komunikasi pribadi ketika mengakses internet. Cara kerjanya yaitu dengan membuat jalur koneksi khusus secara privat sehingga pihak ketiga tidak akan bisa melihat pengguna. Manfaat VPN antara lain, kenyamanan dalam remote access, keamanan dalam berkomunikasi, serta penghematan biaya komunikasi. Aliy juga menyarankan, warganet harus berhati-hati agar tidak mengunduh aplikasi VPN sembarang serta proteksi data dengan mengaktifkan two factor authentication (2FA).
“Salah satu hal yang menjadi potensi buruk remote access ialah penyadapan. Jaringan komunikasi bisa disadap oleh orang lain, sehingga data, akun, dan semuanya bisa diambil oleh penyadap. Namun, dengan teknologi VPN, maka koneksi kita tidak ada yang tahu, namun tetap saja harus waspada karena tidak ada yang aman di dunia digital,” katanya.
Baca juga: P&G Health Ajak Masyarakat Deteksi Dini Gejala Neuropati
Sementara itu, Ahmad Fatin menambahkan, dalam penggunaan internet dan media sosial, terdapat istilah yang dinamakan algoritma. Yaitu, susunan perintah yang bertujuan memperoleh hasil atas suatu input atau masukan dalam jumlah waktu yang terbatas. Sehingga, sering kali muncul iklan produk-produk yang ingin dicari ketika menggunakan internet maupun media sosial. Platform media sosial menerapkan sistem algoritma ini dengan tujuan untuk memberikan tampilan yang berbeda sesuai dengan masing-masing karakter pemilik akunnya.
“Algoritma atau bahasa pemrograman juga diterapkan pada mesin pencarian, seperti Google, Bing, Ask, Yahoo!, Yandex, dan lainnya. Kalau kita mencari sesuatu di sana, hasil yang didapat dari masing-masing mesin pencari akan berbeda, hal tersebut terjadi karena pencarian kita akan dipersonalisasikan sesuai profil kita yang dibaca oleh mesin pencari,” jelas Ahmad.
Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2021 mengalami peningkatan. We Are Social mencatat bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta pengguna, di mana 170 juta penggunanya menggunakan media sosial. Dapat dikatakan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 61.8% dari total populasi Indonesia. Menurut Survei Literasi Digital di Indonesia pada tahun 2021, indeks atau skor literasi digital di Indonesia berada pada angka 3,49 dari skala 1-5. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam kategori “sedang”.
Sebagai respons untuk menanggapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi dan mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital di Tarakan, Kalimantan Utara, secara daring. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial Siberkreasi (Instagram, TikTok, Twitter, YouTube & Facebook). (any)