Jakarta-Menurut Survei World Happiness Report 2023 yang diadakan oleh Gallup, Oxford Wellbeing Research Centre, UN Sustainable Development Solutions Network, dan WHR Editorial Board, hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-84 dari 137 negara dalam hal kebahagiaan, dengan skor 5,3 dari 10.
Tentunya ada berbagai variabel yang menjadi dasar dalam menentukan tingkat kebahagian sebuah negara, dan masyarakatnya. Dalam kehidupan sehari-hari di dunia modern yang melaju sangat cepat, relasi antara manusia terus berubah; masyarakat dihadapkan pada tekanan peer, sosial, dan lingkungan. Arus informasi global baik melalui media digital maupun media sosial, tanpa disertai pemahaman terhadap konteks dan konten, semakin mempengaruhi kesehatan mental masyarakat.
Mengamati fenomena di atas, HappySelf by Stress Management Indonesia, bekerjasama dengan Futurist Hub by Pijar Foundation dan Wacaku, menyelenggarakan talkshow bertajuk “Kebahagiaan Ada di Mana-Mana”. Coach Pris, Founder dari HappySelf by Stress Management Indonesia, berbagi wawasan tentang manajemen stres dan kebahagiaan diri.
Alfianda Karuza, Head of Coalition and Outreach dari Pijar Foundation, yang memberikan perspektif mendalam mengenai pemberdayaan dan kolaborasi, serta berbagi pengalaman dalam menemukan kebahagiaan; dan terakhir, M. Abdurrahman Wahyu, Founder Wacaku, yang menyoroti pentingnya literasi dalam proses pengembangan kreativitas dan ide-ide inovatif dalam mencari kebahagiaan.
Menurut Coach Pris, Founder HappySelf, kita harus mengenal diri kita sendiri agar mengetahui apa yang paling cocok untuk diri kita dalam mencari kebahagiaan. “Mengenal diri sendiri memiliki korelasi yang kuat dengan pencapaian kebahagiaan. Saat seseorang memahami siapa dirinya, termasuk kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, dan tujuan hidupnya, mereka dapat membuat keputusan yang lebih selaras dengan kebutuhan batin mereka,” ujarnya.
Baca juga: Mitsubishi Pajero Sport Punya Interior Baru, Ini yang Bikin Berkendara Makin Nyaman!
Hal ini, lanjutnya, menciptakan perasaan kepuasan yang mendalam, karena tindakan dan pilihan hidup lebih sesuai dengan jati diri sejati. Selain itu, dengan mengenali diri sendiri, seseorang dapat mengelola emosi dengan lebih baik, meningkatkan hubungan interpersonal, dan membangun resiliensi dalam menghadapi tantangan hidup. “Semua faktor ini berkontribusi signifikan terhadap pencapaian kebahagiaan yang lebih autentik dan berkelanjutan,” tambahnya.
Menurut M. Abdurrahman Wahyu, Founder Wacaku, memahami banyak hal, termasuk diri sendiri, bisa dimulai dari membangun kebiasaan membaca dan menulis. “Bisa mendengarkan dan melakukan dialog dengan diri sendiri memang tidak mudah, namun hal tersebut perlu dibiasakan agar seseorang memahami diri dan tujuan hidupnya, sehingga merasa bahagia dengan dirinya,” imbuhnya.
Baca juga: Salem’s Lot, Film Adaptasi Stephen King Siap Tayang Oktober
Proses mencari dan mencapai kebahagiaan akan berdampingan erat dengan berbagai penghalang yang ada. Hal ini merupakan sebuah tantangan yang harus dilewati oleh setiap pahlawan kebahagiaan. Sering terjadi, penghalang tersebut adalah orang-orang terdekat atau keluarga, Terutama jika hubungan antar anggota keluarga tidak harmonis.
Tekanan dari ekspektasi yang tidak realistis, konflik berkepanjangan, atau kurangnya komunikasi yang sehat dapat menyebabkan stres emosional dan perasaan tidak terpenuhi. Selain itu, ketergantungan emosional yang berlebihan atau sikap over protektif dapat menghambat individu untuk berkembang dan menemukan kebahagiaan sesuai dengan keinginan dan nilai-nilai pribadinya. Situasi-situasi ini dapat menciptakan lingkungan yang kurang mendukung bagi pertumbuhan emosional dan kesejahteraan mental.
Head of Coalition & Outreach Pijar Foundation, Alfianda Karuza, mengutip ungkapan berikut, “Our parents’ ceiling is our floors, yang menggambarkan bahwa pencapaian dan batas tertinggi yang dicapai oleh generasi sebelumnya (orang tua) menjadi titik awal bagi generasi berikutnya (anak-anak). Ungkapan ini mencerminkan proses perkembangan antar generasi, di mana orang tua berusaha untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak mereka, baik dari segi materi, pendidikan, maupun pengalaman hidup.
“Hal ini berarti bahwa setiap generasi dapat mewarisi pelajaran, nilai, dan peluang yang memungkinkan mereka mencapai kesejahteraan lebih tinggi. Dengan begitu, orang tua yang telah bekerja keras untuk mengatasi tantangan dan membangun fondasi yang kuat akan memberikan anak-anak mereka kesempatan untuk memulai dari posisi yang lebih baik, sehingga mereka dapat fokus pada pencapaian kebahagiaan yang lebih mendalam, dan kesehatan mental yang lebih baik. Ini juga menggarisbawahi pentingnya membangun keseimbangan emosional dan mental yang sehat dari generasi ke generasi, agar setiap individu dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih mendukung,” katanya. (any)