Jakarta – Mengacu pada laporan UNESCO, The Social and Economic Impact of Illiteracy menyatakan bahwa tingkat literasi rendah mengakibatkan kehilangan atau penurunan produktivitas dan tingginya beban biaya kesehatan dalam suatu negara. Hal ini pertanda bahwa Agenda Prioritas Nasional pemerintah untuk melakukan penurunan kasus stunting akan sulit terealisasi apabila masalah rendahnya literasi gizi (nutrition illiterate) masyarakat tidak ditempatkan sebagai prioritas.
Indonesia, sebagaimana diketahui hingga saat ini masih tercatat sebagai Negara dengan literasi gizi masyarakat yang rendah. Oleh karena itu, upaya-upaya peningkatan pengetahuan gizi masyarakat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya adalah melalui peran serta bidan. Sebagai garda terdepan masyarakat memberikan edukasi tentang gizi. Bidan diharapkan dapat ikut serta memberikan edukasi gizi kepada masyarakat. Sebagaimana diketahui, hingga saat ini, tingkat literasi gizi masyarakat Indonesia masih sangat rendah.
Baca juga: Menag: Tak Ada Dispensasi Santri
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Tangsel Eni Rohaeni mengatakan, bidan mererupakan ujung tombak bagi optimalisasi 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). ”Apa yang disampaikan bidan kepada masyarakat berperan penting dalam edukasi gizi untuk keluarga, untuk menghindari kesalahan pengasuhan anak,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Tangerang Selatan bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI).
Dikatakan Eni, salah satu kesalahan pengasuhan anak yang jarang disadari masyarakat adalah konsumsi kental manis pada balita. ”Susu kental manis atau yang lebih populer dengan sebutan “susu kaleng” masih banyak diberikan oleh orang tua sebagai minuman susu untuk balita,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengharapkan bidan lebih memeliki pemahaman mengenai susu sebagai sumber gizi dan mewaspadai konsumsi kental manis oleh masyarakat di sekitarnya.
Dr. dr TB Rachmat Sentika, IDAI Banten menjelaskan, ingredient susu kental manis berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang tertera pada label. ”Setiap 100 cc susu kental manis terdapat 54 gram gula dari setiap 100 cc. Setelah dikalorikan, berarti total karbodhidratnya akan menjadi 72 persen, padahal proporsi karbodhirat dalam makanan kita sebaiknya hanya 1/3. Jadi saya tegaskan lagi, susu kental manis dilarang buat anak. Selanjutnya tidak ada lagi bidan-bidan yang menyarankan dan memberikan kental manis untuk anak,” imbuhnya.
Baca juga: OPPO Masuk 10 Besar Patent Cooperation Treaty Selama Dua Tahun Berturut-turut
Sebelumnya, dalam penelitian yang dilakukan oleh YAICI bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU terkait penggunaan susu kental manis bagi balita (Bayi dibawah lima tahun) di 5 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku, ditemukan 1 dari 4 anak bayi di bawah lima tahun (balita) masih meminum kental manis setiap hari. Selain itu, ditemukan juga fakta bahwa informasi kental manis sebagai minuman susu untuk anak diperoleh masyarakat dari bidan.
Yang juga mengejutkan adalah, sebanyak 16,5 persen responden mengatakan mendapat informasi kental manis untuk minuman anak dari bidan dan tenaka kesehatan lainnya. ”Ini menunjukkan bahwa edukasi gizi, konsumsi gula dan konsumsi kental manis ini tidak hanya untuk masyarakat, tapi juga penting diberikan untuk tenaga kesehatan terutama yang langsung berhadapan dengan masyarakat,” jelas Arif.
Ketentuan mengenai penggunaan kental manis telah diatur oleh Badan POM melalui PerBPOM No.31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Implementasi dari ketentuan tersebut semakin dipertegas melalui surat tertanggal 30 Maret 2021 yang ditujukan oleh BPOM untuk seluruh produsen kental manis itu. Dalam surat tersebut BPOM meminta industri kental manis untuk segera melakukan pengajuan pendaftaran variasi atau perubahan desain label untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang sesuai dengan Peraturan BPOM. (any)